Indonesia merupakan
Negara dengan jumlah penduduk yang sangat besar terutama penduduk usia
muda. Penduduk usia muda kebanyakan merupakan usia akademik dimana mayoritasnya
menempuh bermacam pendidikan yang ada. Berbagai macam metode pendidikan seperti
home schooling, privat, maupun yang secara langsung di sekolah telah tersedia
di Indonesia. Tak hanya itu, bermacam kurikulum dan sistem pendidikan telah
dicoba dan diterapkan di Indonesia, akan tetapi mutu pendidikan di Negara ini
masih dikategorikan rendah mengingat perkembangan Negara belum sepesat
Negara lain. Pendidikan yang telah diterapkan di Indonesia sebenarnya sudah
sangat berkualitas, namun ada beberapa hal yang dilupakan sehingga metode
pengajaran dirasa kurang efektif. Salah satunya yang terpenting namun sering
dilupakan adalah life skill atau kecakapan hidup.
Saat ini masalah "life skills" melalui
pendidikan formal menjadi aktual untuk dibahas karena berbagai alasan yang
sangat rasional seperti meningkatnya lulusan pendidikan dasar yang tidak
melanjutkan ke jenjang sekolah menengah, lulusan sekolah menengah yang tidak
melanjutkan ke perguruan tinggi. Life skill erat kaitannya dengan kecakapan atau kemampuan yang
diperlukan sesorang agar menjadi independen dalam kehidupan. Pendidikan life
skills mengorientasikan siswa untuk memiliki kemampuan dan modal dasar agar
dapat hidup mandiri dan survive di lingkungannya. Pendidikan life
skills diperlukan dan mendesak untuk diterapkan di Indonesia karena muatan
kurikulum di Indonesia cenderung memperkuat kemampuan teoritis-akademik (academic
skills). Pembelajaran life skill merupakan salah satu alternatif sebagai
upaya mempersiapkan peserta didik agar memiliki sikap dan kecakapan hidup
sebagai bekal bagi kehidupannya kelak melalui sebuah kegiatan pembelajaran yang
aktif, kreatis dan menyenangkan.
A. Rumusan Masalah
Adapun rumusan
masalah dari penulisan makalah ini adalah:
1. Apakah pengertian dari life skills itu?
2. Apakah tujuan pendidikan life skills?
3. Prinsip apa sajakah yang digunakan dalam
pembelajaran pendidikan life skills?
4. Bagaimanakah proses pembelajaran dan
pelaksanaan pendidikan yang berorientasi pada life skills?
5. Landasan apakah yang digunakan sebagai pijakan
dalam pelaksanaan pengembangan life skills?
6. Bagaimanakah pola pelaksanaan pembelajaran
life skills?
B. Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1.
Untuk mengetahui pengertian dari life skills,
2.
Untuk mengetahui tujuan pendidikan life skills,
3.
Untuk mengetahui apa saja prinsip pembelajaran pendidikan life skills,
4.
Untuk mengetahui bagaimana proses pembelajaran dan pelaksanaan pendidikan yang berorientasi pada
life skills,
5.
Untuk mengetahui landasan yang digunakan sebagai pijakan dalam
pelaksanaan pengembangan life skills, dan
6.
Untuk mengetahui bagaimana pola pelaksanaan pembelajaran life
skills.
A. Life Skills
1. Pengertian Life
Skills
Mengenai pengertian pendidikan life skills atau
pendidikan kecakapan hidup terdapat perbedaan pendapat, namun esensinya tetap
sama. Berikut ini pengertian pendidikan life skill menurut para ahli[1]:
a. Menurut
Brolin, life skills atau kecakapan hidup adalah sebagai kontinum pengetahuan
dan kemampuan yang diperlukan oleh seseorang agar menjadi independen dalam
kehidupan. Pendapat lain mengatakan bahwa life skill merupakan kecakapan yang
harus dimiliki oleh seseorang agar dapat bahagia dalam kehidupan.
b. Malik fajar
mengatakan bahwa life skills adalah kecakapan yang dibutuhkan untuk bekerja
selain kecakapan dalam bidang akademik.
c. Slamet PH
mendefinisikan life skills adalah kemampuan, kesanggupan dan keterampilan yang
diperlukan oleh seseorang untuk menjalankan kehidupan dengan nikmat dan
bahagia.[2]
Kecakapan tersebut mencakup segala aspek sikap perilaku manusia sebagai bekal
untuk menjalankan kehidupannya.
Adapun
pengertian life skills menurut kelompok kami adalah pendidikan yang memberikan
kecakapan personal, kecakapan sosial, kecakapan intelektual dan kecakapan untuk
bekerja, berusaha dan hidup mandiri. Adapun orientasi life skills yakni
membangun sikap kemandirian untuk mendapatkan ketrampilan sebagai bekal untuk
bekerja dan mengembangkan diri (skilled orientation).
Pada dasarnya pendidikan life skills adalah pendidikan
yang memberikan bekal dasar dan latihan yang dilakukan secara benar kepada
peserta didik tentang nilai-nilai kehidupan yang dibutuhkan dan berguna bagi
perkembangan kehidupan peserta didik. Dengan demikian pendidikan life skills
harus dapat merefleksikan kehidupan nyata dalam proses pengajaran agar peserta
didik memperoleh kecakapan hidup tersebut, sehingga peserta didik siap untuk
hidup di tengah-tengah masyarakat.
2.
Tujuan Life Skills
Secara umum pendidikan yang berorientasi pada
kecakapan hidup bertujuan memfungsikan pendidikan sesuai dengan fitrahnya,
yaitu mengembangkan potensi manusiawi peserta didik untuk menghadapi perannya
di masa yang akan datang.[3]
Adapun tujuan pendidikan life skill adalah sebagai berikut:
a.
Mengaktualisasikan potensi peserta
didik sehingga dapat memecahkan permasalahan yang dihadapi.
b.
Mengembangkan potensi manusiawi
peserta didik menghadapi perannya dimasa mendatang.
c.
Membekali peserta didik dengan
kecakapan hidup sebagai pribadi yang mandiri.
3.
Prinsip Pembelajaran
Pendidikan Life Skills
Prinsip umum pendidikan life skills[4],
khususnya yang berkaitan dengan kebijakan pendidikan di Indonesia:
a.
Tidak mengubah sistem pendidikan yang berlaku.
b.
Tidak harus dengan mengubah
kurikulum, tetapi yang diperlukan adalah penyiasatan kurikulum
untuk diorientasikan dan diintegrasikan kepada pengembangan kecakapan hidup.
c.
Etika-sosio-religius harus dibiasakan dalam proses
pendidikan.
d.
Pembelajaran menggunakan prinsip
learning to know, learning to be dan learning to live together.
e.
Penyelenggaraan pendidikan harus selalu diarahkan agar peserta didik menuju
hidup yang sehat dan berkualitas, mendapatkan pengetahuan dan wawasan yang luas
serta memiliki akses untuk mampu memenuhi hidupnya secara layak.
B. Model Pembelajaran
Life Skills
Adapun untuk mengetahui model pembelajaran life skills dapat dilihat
melalui cara pembelajaran
untuk mengembangkan kecakapan hidup antara lain:
1.
Memberikan pertanyaan/tugas yang
mendorong siswa untuk berbuat/berpikir.
Jenis pertanyaan yang diajukan atau tugas yang
diberikan oleh guru sangat berpengaruh terhadap perkembangan keterampilan
berpikir siswa. Pertanyaan/tugas tersebut bukan hanya untuk memfokuskan siswa
pada kegiatan, tetapi juga untuk menggali potensi belajar siswa. Pertanyaan
atau tugas yang memicu siswa untuk berpikir analitis, evaluatif, dan kreatif
dapat melatih siswa untuk menjadi pemikir yang kritis dan kreatif.[5]
2.
Memberikan pertanyaan/tugas yang
mengandung soal pemecahan masalah.
Pertanyaan/tugas tingkat tinggi dapat digunakan
sebagai awalan untuk berlatih memecahkan masalah. Pertanyaan/tugas tingkat
tinggi yang memenuhi kriteria sebagai masalah dijadikan titik tolak untuk
mengikuti langkah-langkah pemecahan masalah.
Pemecahan masalah merupakan salah satu kecakapan
akademik yang perlu dikembangkan secara terus menerus agar menjadi kebiasaan
siswa. Pemecahan masalah ini sangat penting untuk membantu siswa memperoleh
kecakapan analitis, sintesis, ilmiah, dan teknologi yang diperlukan untuk
mencapai keberhasilan dalam lembaga pendidikan formal dan tempat kerja.
3.
Menerapkan Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu upaya
untuk mewujudkan pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan.
Pembelajaran kooperatif memberikan kesempatan pada siswa untuk saling
berinteraksi. Siswa yang saling menjelaskan pengertian suatu konsep pada
temannya sebenarnya sedang mengalami proses belajar yang sangat efektif yang
bisa memberikan hasil belajar yang jauh lebih maksimal daripada kalau dia
mendengarkan penjelasan guru.
Pembelajaran kooperatif memberikan kesempatan pada
siswa untuk mengembangkan beberapa kecakapan hidup yang disebut sebagai
kecakapan berkomunikasi dan kecakapan bekerja sama. Kecakapan ini memiliki
peranan penting dalam kehidupan nyata.
Penerapan pembelajaran kooperatif akan memberikan
hasil yang efektif kalau memperhatikan dua prinsip inti berikut:[6]
1.
Adanya saling ketergantungan yang
positif. Semua anggota dalam kelompok saling bergantung kepada anggota yang
lain dalam mencapai tujuan kelompok, misalnya menyelesaikan tugas dari guru.
2.
Adanya adanya tanggung jawab pribadi
(individual accountability). Di sini setiap anggota kelompok harus memiliki
kontribusi aktif dalam bekerja sama. Karena itu penting bagi kita mempelajari
beberapa bentuk pembelajaran kooperatif dan penerapan yang sebenarnya supaya
kesalahpahaman tentang belajar kelompok/kooperatif dalam pembelajaran dapat
dihindari.
C. Strategi
Pembelajaran Life Skills
1. Proses Pembelajaran
dan Pelaksanaan Pendidikan yang Berorientasi pada Life Skills
"Life Skills Education" diberikan secara tematis mengenai masalah-masalah kehidupan nyata
sehari-hari. Tema-tema yang ditetapkan harus betul-betul bermakna bagi siswa,
baik untuk saat ini maupun untuk kehidupan di kelak kemudian hari. Pendekatan
yang digunakan adalah pemecahan masalah secara kasus yang dapat dikaitkan
dengan beberapa mata pelajaran lain untuk memperkuat penguasaan life skills tertentu.
Dengan pendekatan pemecahan masalah kehidupan sehari-hari para siswa menjadi
semakin terlatih untuk menghadapi kehidupan yang nyata.[7]
Tema yang disajikan dapat berupa bahan diskusi untuk masing-masing kelas, untuk
tingkat kelas yang sama dan untuk seluruh siswa. Cakupan untuk setiap mata
pelajaran juga perlu ditata-ulang dan diatur kembali alokasi waktu dan jamnya
dalam setiap minggu. Di dalam alokasi jam pelajaran yang sudah diajarkan selama
ini, untuk jam-jam pelajaran tertentu perlu disepakati pengurangannya untuk
direalokasikan sebagai kontribusi kepada kegiatan life skills education menjadi
kumpulan jam pelajaran untuk membahas tema tertentu bersama-sama dengan semua
mata pelajaran terkait. Metodologi pembelajaran dapat dirancang dalam
bentuk kegiatan yang memadukan proses
belajar di kelas dan praktek di lapangan dan dilakukan secara partisipatif dengan metode-metode ceramah (30 %) sisanya adalah simulasi, praktek, diskusi kelompok dan game.[8]
2. Landasan Pelaksanaan Pengembangan Life Skills
Adapun landasan yang menjadi
pijakan dalam pelaksanaan pengembangan life skills, antara lain:
a. Landasan yuridis secara universal
Yang dapat dijadikan acuan pada landasan
ini adalah rekomendasi dari UNESCO tentang “empat pilar pembelajaran” yang
isinya adalah:[9]
1)
Learning know or learning to learn
Maksudnya
adalah program pembelajaran yang diberikan hendaknya mampu memberikan kesadaran
kepada masyarakat sehingga mau dan mampu belajar. Learning to Know merupakan kemampuan kognitif yang
meliputi:[10]
a) Kemampuan membuat keputusan dan memecahkan
masalah.
b) Kemampuan berpikir kritis dan rasional.
Dengan
kecakapan berpikir rasional ini (thinking skill), diharapkan
seseorang tidak akan gamang menghadapi kehidupan, sehingga dia dapat menghadapi
problema hidup dan kehidupan secara wajar tanpa merasa tertekan.
2)
Learning to do
Maksudnya
adalah bahan belajar yang dipilih hendaknya mampu memberikan suatu pekerjaan
alternatif kepada peserta didik.
3)
Learning to be
Maksudnya
adalah mampu memberi motivasi untuk hidup di era sekarang dan memiliki
orientasi hidup ke masa depan. Learning to be merupakan kecakapan personal (personal skill) yang dimiliki oleh
seseorang untuk memiliki kesadaran atas eksistensi dirinya dan kesadaran
akan potensi dirinya[11].
Kesadaran akan eksistensi diri merupakan kesadaran atas keberadaan diri.
Kesadaran atas keberadaan diri dapat dilihat dari beberapa sisi. Misalnya
kesadaran diri sebagai makhluk Allah, sebagai makhluk sosial, sebagai makhluk
hidup, dan sebagainya. Kesadaran akan potensi diri adalah kesadaran
yang dimiliki seseorang atas kemampuan dirinya. Dengan kesadaran atas kemampuan
diri itu seseorang akan tahu kelebihan dan kekurangannya, kekuatan dan
kelamahannya. Dengan kesadaran eksistensi diri dan potensi diri, seseorang akan
dapat menempuh kehidupan dengan wajar tanpa merasa tertekan dan mampu
memecahkan masalah hidup dan kehidupannya.
4)
Learning to live
together
Maksudnya
adalah pembelajaran tidak hanya cukup diberikan dalam bentuk ketrampilan untuk
diri sendiri, tetapi ketrampilan untuk hidup bertetangga, bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
b. Landasan yuridis secara nasional
Yang dijadikan acuan pada
landasan ini adalah UUD pasal 31 tentang pendidikan, kemudian UU No.2 tahun
1989 dan UU No.23 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, seperti pada pasal 4 ayat 4 yang berbunyi:
“Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan
mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran.
c. Landasan humanisme-teosentrisnya
Yang dijadikan acuan pada
landasan ini adalah Al-Qur’an dan Al-Hadis yakni prinsip-prinsip ajaran Islam
yang bersifat universal, yang implementasi ajaran ini dapat fleksibel,
menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
Landasan pelaksanaan
pengembangan life skills dalam pendidikan agama Islam menurut al-Qur’an,
seperti pada surat al-Baqarah: 30, an-Naml: 62, Shad: 26 dan Yunus: 14 tentang
tugas manusia sebagai khalifah di muka bumi yang tentu membutuhkan pendidikan
kecakapan hidup.[12]
Adapun menurut al-Hadis
yakni HR. Bukhari-Muslim tentang lima hal yang perlu dipertimbangkan dalam
berumah tangga. Hadis tersebut yang dijadikan landasan pelaksanaan pengembangan
life skills.[13]
3.
Pola
Pelaksanaan Pembelajaran Life Skills
Adapun pola
pelaksanaannya dapat dilakukan melalui :
a. Pengembangan
Budaya Sekolah
Pendidikan berlangsung bukan hanya
di dalam kelas. Pendidikan juga terjadi di luar kelas, di lingkungan sekolah,
di lingkungan keluarga, di lingkungan masyarakat, dan di lingkungan-lingkungan
lain pendidikan juga dapat berlangsung. Terkait dengan PBKH tidak dapat dibebankan
kepada guru semata, tetapi ditunjang oleh lingkungan yang kondusif. Lingkungan
itu di antaranya ialah lingkungan sekolah.
Budaya sekolah berpengaruh sangat
besar terhadap proses pendidikan di sekolah, bahkan beberapa ahli menyebutkan
budaya sekolah itulah yang membentuk hasil pendidikan. Oleh karena itu budaya
sekolah perlu mendapat perhatian dalam pelaksanaan pendidikan kecakapan hidup.
Ada tiga aspek pendidikan yang dapat
dikembangkan melalui budaya sekolah yang kondusif. Ketiga aspek itu adalah
pengembangan disiplin diri dan rasa tanggung jawab, pengembangan motivasi
belajar, dan pengembangan rasa kebersamaan. Oleh karena itu, ketiga aspek itu
hendaknya menjadi budaya warga sekolah yang dipraktikkan dalam kehidupan
sehari-hari.
b. Manajemen
Pendidikan
Departemen Pendidikan Nasional telah
meluncurkan rintisan manajemen berbasis sekolah. Manajemen berbasis
sekolah (MBS) adalah salah satu model manajemen yang memberikan kewenangan
kepada sekolah untuk mengurus dirinya dalam rangka peningkatan mutu.
Ada lima prinsip dasar manajemen
berbasis sekolah antara lain:[14]
kemandirian, transparansi, kerja sama, akuntabilitas, dan sustainbilitas.
Kelima prinsip dasar itu sangat terkait dengan prinsip-prinisp kecakapan hidup
yang akan dikembangkan di dalam pendidikan berorientasi kecakapan hidup. Oleh
karena itu jika lima prinsip tersebut dapat dikembangkan menjadi budaya kerja
sekolah, maka akan menompang tumbuhnya kecakapan hidup para siswa.
Mengingat pendidikan kecakapan hidup
merupakan reorientasi pendidikan yang bersifat mendasar, maka pada aspek
manajemen sekolah juga perlu diperhatikan penyamaan pemahaman antar seluruh
warga sekolah, sehingga perwujudan pendidikan kecakapan hidup menjadi salah
satu bagian visi sekolah. Diperlukan juga upaya peningkatan kemampuan guru atau
lainnya agar mampu mewujudkan pendidikan kecakapan hidup dalam kehidupan
keseharian sekolah.[15]
c. Hubungan
Sinergis dengan Masyarakat
Penanggung jawab pertama terhadap
pendidikan anak adalah orang tua. Sekolah hanya membantu orang tua dalam pelaksanaan
pendidikan. Anak-anak, ternyata jauh lebih berhadapan dengan orang tua dan
mayarakat dalam kesehariannya dibandingkan dengan sekolah. Oleh karena itu,
dalam pelaksanaan PBKH keterlibatan orang tua dan masyarakat tidak dapat
dihindari.
Hubungan sinergis artinya saling
bekerjasama dan saling mendukung. Orang tua atau masyarakat dan sekolah perlu
bersama-sama menentukan arah pendidikan bagi anak-anak. Kemudian memikirkan
usaha-usaha untuk mencapai arah tersebut.
Keterlibatan orang tua dalam
manajemen berbasis sekolah adalah sebagai orang yang berkepentingan memiliki
kesempatan ikut menentukan kebijakan pendidikan di sekolah. Misalnya, orang tua
ikut menentukan rencana pengembangan sekolah, aplikasi kurikulum, pembiayaan
dan sebagainya.
[1] Ahmad
Dasen, “Pendidikan Life Skill” diakses pada tanggal 10 September 2012 dari http://ahmadasen.wordpress.com/2009/01/26/pendidikan-life-skill/
[2] Slamet PH, Pendidikan
Kecakapan Hidup di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama: Konsep dan Pelaksanaan (Jakarta:
Direktorat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, 2002), h. 154.
[3] Tim Broad Based Education (BBE)
Depdiknas, Pola Pelaksanaan
Pendidikan Kecakapan Hidup (Surabaya: SIC bekerjasama dengan LPM UNESA,
2003), h. 7.
[4] Departemen
Pendidikan Nasional, Pola Pelaksanaan Pendidikan Berorientasi Kecakapan
Hidup melalui BBE untuk PMU (Jakarta: Tim Broad Based Education (BBE)
Ditjen Dikdasmen, 2002), h. 167.
[5] Budi Sutrisno, “Pembelajaran
Kecakapan Hidup” diakses pada tanggal 17 November 2012 dari
http://budisutrisnompd.blogspot.com/2009/07/pembelajaran-kecakapan-hidup.html.
[6]Ibid.
[7] Depdiknas, Pendidikan, h.
44.
[9] Djoko Hartono, Pengembangan
Life Skills dalam Pendidikan Islam (Surabaya: Ponpes Jagad ‘Alimussirry,
2012), h. 34.
[10] Zulkarnaini, “Pola Pelaksanaan
Pendidikan Berorientasi Kecakapan Hidup Life Skill Education”, diakses pada
tanggal 11 September 2012 dari http://zulkarnainidiran.wordpress.com/2008/11/28/pola-pelaksanaan-pendidikan-berorientasi-kecakapan-hidup-life-skill-education/
[11]Ibid.
[12] Djoko, Pendidikan, h. 36.
[13] Ibid., h. 37.
[14] Depdiknas, Pendidikan, h.
25.
[15] Moh. Najid, Kecakapan Hidup
Melalui Pendekatan Pendidikan Berbasis Luas, (Surbaya: Intellectual Club,
2002), h. 33.