Selasa, 12 Maret 2013

MODEL DAN STRATEGI PEMBELAJARAN LIFE SKILLS


Indonesia merupakan Negara dengan jumlah penduduk yang sangat besar terutama penduduk usia muda. Penduduk usia muda kebanyakan merupakan usia akademik dimana mayoritasnya menempuh bermacam pendidikan yang ada. Berbagai macam metode pendidikan seperti home schooling, privat, maupun yang secara langsung di sekolah telah tersedia di Indonesia. Tak hanya itu, bermacam kurikulum dan sistem pendidikan telah dicoba dan diterapkan di Indonesia, akan tetapi mutu pendidikan di Negara ini masih dikategorikan rendah mengingat perkembangan Negara belum sepesat Negara lain. Pendidikan yang telah diterapkan di Indonesia sebenarnya sudah sangat berkualitas, namun ada beberapa hal yang dilupakan sehingga metode pengajaran dirasa kurang efektif. Salah satunya yang terpenting namun sering dilupakan adalah life skill atau kecakapan hidup.
Saat ini masalah "life skills" melalui pendidikan formal menjadi aktual untuk dibahas karena berbagai alasan yang sangat rasional seperti meningkatnya lulusan pendidikan dasar yang tidak melanjutkan ke jenjang sekolah menengah, lulusan sekolah menengah yang tidak melanjutkan ke perguruan tinggi. Life skill erat kaitannya dengan kecakapan atau kemampuan yang diperlukan sesorang agar menjadi independen dalam kehidupan. Pendidikan life skills mengorientasikan siswa untuk memiliki kemampuan dan modal dasar agar dapat hidup mandiri dan survive di lingkungannya. Pendidikan life skills diperlukan dan mendesak untuk diterapkan di Indonesia karena muatan kurikulum di Indonesia cenderung memperkuat kemampuan teoritis-akademik (academic skills). Pembelajaran life skill merupakan salah satu alternatif sebagai upaya mempersiapkan peserta didik agar memiliki sikap dan kecakapan hidup sebagai bekal bagi kehidupannya kelak melalui sebuah kegiatan pembelajaran yang aktif, kreatis dan menyenangkan.
A.      Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari penulisan makalah ini adalah:
1.      Apakah pengertian dari life skills itu?
2.      Apakah tujuan pendidikan life skills?
3.      Prinsip apa sajakah yang digunakan dalam pembelajaran pendidikan life skills?
4.      Bagaimanakah proses pembelajaran dan pelaksanaan pendidikan yang berorientasi pada life skills?
5.      Landasan apakah yang digunakan sebagai pijakan dalam pelaksanaan pengembangan life skills?
6.      Bagaimanakah pola pelaksanaan pembelajaran life skills?

B.       Tujuan Pembahasan
     Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1.      Untuk mengetahui pengertian dari life skills,
2.      Untuk mengetahui tujuan pendidikan life skills,
3.      Untuk mengetahui apa saja prinsip pembelajaran pendidikan life skills,
4.      Untuk mengetahui bagaimana proses pembelajaran dan pelaksanaan pendidikan yang berorientasi pada life skills,
5.      Untuk mengetahui landasan yang digunakan sebagai pijakan dalam pelaksanaan pengembangan life skills, dan
6.      Untuk mengetahui bagaimana pola pelaksanaan pembelajaran life skills.

A.  Life Skills
1.    Pengertian Life Skills
Mengenai pengertian pendidikan life skills atau pendidikan kecakapan hidup terdapat perbedaan pendapat, namun esensinya tetap sama. Berikut ini pengertian pendidikan life skill menurut para ahli[1]:
a.    Menurut Brolin, life skills atau kecakapan hidup adalah sebagai kontinum pengetahuan dan kemampuan yang diperlukan oleh seseorang agar menjadi independen dalam kehidupan. Pendapat lain mengatakan bahwa life skill merupakan kecakapan yang harus dimiliki oleh seseorang agar dapat bahagia dalam kehidupan.
b.    Malik fajar mengatakan bahwa life skills adalah kecakapan yang dibutuhkan untuk bekerja selain kecakapan dalam bidang akademik.
c.    Slamet PH mendefinisikan life skills adalah kemampuan, kesanggupan dan keterampilan yang diperlukan oleh seseorang untuk menjalankan kehidupan dengan nikmat dan bahagia.[2]  Kecakapan tersebut mencakup segala aspek sikap perilaku manusia sebagai bekal untuk menjalankan kehidupannya.
Adapun pengertian life skills menurut kelompok kami adalah pendidikan yang memberikan kecakapan personal, kecakapan sosial, kecakapan intelektual dan kecakapan untuk bekerja, berusaha dan hidup mandiri. Adapun orientasi life skills yakni membangun sikap kemandirian untuk mendapatkan ketrampilan sebagai bekal untuk bekerja dan mengembangkan diri (skilled orientation).
Pada dasarnya pendidikan life skills adalah pendidikan yang memberikan bekal dasar dan latihan yang dilakukan secara benar kepada peserta didik tentang nilai-nilai kehidupan yang dibutuhkan dan berguna bagi perkembangan kehidupan peserta didik. Dengan demikian pendidikan life skills harus dapat merefleksikan kehidupan nyata dalam proses pengajaran agar peserta didik memperoleh kecakapan hidup tersebut, sehingga peserta didik siap untuk hidup di tengah-tengah masyarakat.
2.    Tujuan Life Skills
Secara umum pendidikan yang berorientasi pada kecakapan hidup bertujuan memfungsikan pendidikan sesuai dengan fitrahnya, yaitu mengembangkan potensi manusiawi peserta didik untuk menghadapi perannya di masa yang akan datang.[3] 
Adapun tujuan pendidikan life skill adalah sebagai berikut:
a.    Mengaktualisasikan potensi peserta didik sehingga dapat memecahkan permasalahan yang dihadapi.
b.    Mengembangkan potensi manusiawi peserta didik menghadapi perannya dimasa mendatang.
c.    Membekali peserta didik dengan kecakapan hidup sebagai pribadi yang mandiri.
3.    Prinsip Pembelajaran Pendidikan Life Skills
Prinsip umum pendidikan life skills[4], khususnya yang berkaitan dengan kebijakan pendidikan di Indonesia:
a.    Tidak mengubah sistem pendidikan yang berlaku.
b.    Tidak harus dengan mengubah kurikulum, tetapi yang diperlukan adalah penyiasatan kurikulum untuk diorientasikan dan diintegrasikan kepada pengembangan kecakapan hidup.
c.    Etika-sosio-religius harus dibiasakan dalam proses pendidikan.
d.   Pembelajaran menggunakan prinsip learning to know, learning to be dan learning to live together.
e.    Penyelenggaraan pendidikan harus selalu diarahkan agar peserta didik menuju hidup yang sehat dan berkualitas, mendapatkan pengetahuan dan wawasan yang luas serta memiliki akses untuk mampu memenuhi hidupnya secara layak.
B.  Model Pembelajaran Life Skills
Adapun untuk mengetahui model pembelajaran life skills dapat dilihat melalui cara pembelajaran untuk mengembangkan kecakapan hidup antara lain:
1.    Memberikan pertanyaan/tugas yang mendorong siswa untuk berbuat/berpikir.
Jenis pertanyaan yang diajukan atau tugas yang diberikan oleh guru sangat berpengaruh terhadap perkembangan keterampilan berpikir siswa. Pertanyaan/tugas tersebut bukan hanya untuk memfokuskan siswa pada kegiatan, tetapi juga untuk menggali potensi belajar siswa. Pertanyaan atau tugas yang memicu siswa untuk berpikir analitis, evaluatif, dan kreatif dapat melatih siswa untuk menjadi pemikir yang kritis dan kreatif.[5]
2.    Memberikan pertanyaan/tugas yang mengandung soal pemecahan masalah.
Pertanyaan/tugas tingkat tinggi dapat digunakan sebagai awalan untuk berlatih memecahkan masalah. Pertanyaan/tugas tingkat tinggi yang memenuhi kriteria sebagai masalah dijadikan titik tolak untuk mengikuti langkah-langkah pemecahan masalah.
Pemecahan masalah merupakan salah satu kecakapan akademik yang perlu dikembangkan secara terus menerus agar menjadi kebiasaan siswa. Pemecahan masalah ini sangat penting untuk membantu siswa memperoleh kecakapan analitis, sintesis, ilmiah, dan teknologi yang diperlukan untuk mencapai keberhasilan dalam lembaga pendidikan formal dan tempat kerja.

3.    Menerapkan Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Pembelajaran kooperatif memberikan kesempatan pada siswa untuk saling berinteraksi. Siswa yang saling menjelaskan pengertian suatu konsep pada temannya sebenarnya sedang mengalami proses belajar yang sangat efektif yang bisa memberikan hasil belajar yang jauh lebih maksimal daripada kalau dia mendengarkan penjelasan guru.
Pembelajaran kooperatif memberikan kesempatan pada siswa untuk mengembangkan beberapa kecakapan hidup yang disebut sebagai kecakapan berko­munikasi dan kecakapan bekerja sama. Kecakapan ini memiliki peranan penting dalam kehidupan nyata.
Penerapan pembelajaran kooperatif akan memberikan hasil yang efektif kalau mem­perhatikan dua prinsip inti berikut:[6]
1.    Adanya saling ketergantungan yang positif. Semua anggota dalam kelompok saling bergantung kepada anggota yang lain dalam mencapai tujuan kelompok, misalnya menyelesaikan tugas dari guru.
2.    Adanya adanya tanggung jawab pribadi (individual accountability). Di sini setiap anggota kelompok harus memiliki kontribusi aktif dalam bekerja sama. Karena itu penting bagi kita mempelajari beberapa bentuk pembelajaran kooperatif dan pene­rapan yang sebenarnya supaya kesalahpahaman tentang belajar kelompok/kooperatif dalam pembelajaran dapat dihindari.
C.  Strategi Pembelajaran Life Skills
1.    Proses Pembelajaran dan Pelaksanaan Pendidikan yang Berorientasi pada Life Skills
"Life Skills Education" diberikan secara tematis mengenai masalah-masalah kehidupan nyata sehari-hari. Tema-tema yang ditetapkan harus betul-betul bermakna bagi siswa, baik untuk saat ini maupun untuk kehidupan di kelak kemudian hari. Pendekatan yang digunakan adalah pemecahan masalah secara kasus yang dapat dikaitkan dengan beberapa mata pelajaran lain untuk memperkuat penguasaan life skills tertentu. Dengan pendekatan pemecahan masalah kehidupan sehari-hari para siswa menjadi semakin terlatih untuk menghadapi kehidupan yang nyata.[7] Tema yang disajikan dapat berupa bahan diskusi untuk masing-masing kelas, untuk tingkat kelas yang sama dan untuk seluruh siswa. Cakupan untuk setiap mata pelajaran juga perlu ditata-ulang dan diatur kembali alokasi waktu dan jamnya dalam setiap minggu. Di dalam alokasi jam pelajaran yang sudah diajarkan selama ini, untuk jam-jam pelajaran tertentu perlu disepakati pengurangannya untuk direalokasikan sebagai kontribusi kepada kegiatan life skills education menjadi kumpulan jam pelajaran untuk membahas tema tertentu bersama-sama dengan semua mata pelajaran terkait. Metodologi pembelajaran dapat dirancang dalam bentuk kegiatan yang memadukan proses belajar di kelas dan praktek di lapangan dan dilakukan secara partisipatif dengan metode-metode ceramah (30 %) sisanya adalah simulasi, praktek, diskusi kelompok dan game.[8]
2.    Landasan Pelaksanaan Pengembangan Life Skills
Adapun landasan yang menjadi pijakan dalam pelaksanaan pengembangan life skills, antara lain:
a.    Landasan yuridis secara universal
     Yang dapat dijadikan acuan pada landasan ini adalah rekomendasi dari UNESCO tentang “empat pilar pembelajaran” yang isinya adalah:[9]
1)   Learning know or learning to learn
     Maksudnya adalah program pembelajaran yang diberikan hendaknya mampu memberikan kesadaran kepada masyarakat sehingga mau dan mampu belajar. Learning to Know merupakan kemampuan kognitif yang meliputi:[10]
a)    Kemampuan membuat keputusan dan memecahkan masalah.
b)   Kemampuan berpikir kritis dan rasional.
Dengan kecakapan berpikir rasional ini (thinking skill), diharapkan seseorang tidak akan gamang menghadapi kehidupan, sehingga dia dapat menghadapi problema hidup dan kehidupan secara wajar tanpa merasa tertekan.
2)   Learning to do
     Maksudnya adalah bahan belajar yang dipilih hendaknya mampu memberikan suatu pekerjaan alternatif kepada peserta didik.
3)   Learning to be
     Maksudnya adalah mampu memberi motivasi untuk hidup di era sekarang dan memiliki orientasi hidup ke masa depan. Learning to be merupakan kecakapan personal (personal skill) yang dimiliki oleh seseorang  untuk memiliki kesadaran atas eksistensi dirinya dan kesadaran akan potensi dirinya[11]. Kesadaran akan eksistensi diri merupakan kesadaran  atas keberadaan diri. Kesadaran  atas keberadaan diri dapat dilihat dari beberapa sisi. Misalnya kesadaran diri sebagai makhluk Allah, sebagai makhluk sosial, sebagai makhluk hidup, dan  sebagainya. Kesadaran akan potensi  diri adalah kesadaran yang dimiliki seseorang atas kemampuan dirinya. Dengan kesadaran atas kemampuan diri itu seseorang akan tahu kelebihan dan kekurangannya, kekuatan dan kelamahannya. Dengan kesadaran eksistensi diri dan potensi diri, seseorang akan dapat menempuh kehidupan dengan wajar tanpa merasa tertekan dan mampu memecahkan masalah hidup dan kehidupannya.
4)   Learning to live together
     Maksudnya adalah pembelajaran tidak hanya cukup diberikan dalam bentuk ketrampilan untuk diri sendiri, tetapi ketrampilan untuk hidup bertetangga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
b.   Landasan yuridis secara nasional
          Yang dijadikan acuan pada landasan ini adalah UUD pasal 31 tentang pendidikan, kemudian UU No.2 tahun 1989 dan UU No.23 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, seperti pada pasal 4 ayat 4 yang berbunyi: “Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran.
c.    Landasan humanisme-teosentrisnya
          Yang dijadikan acuan pada landasan ini adalah Al-Qur’an dan Al-Hadis yakni prinsip-prinsip ajaran Islam yang bersifat universal, yang implementasi ajaran ini dapat fleksibel, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
          Landasan pelaksanaan pengembangan life skills dalam pendidikan agama Islam menurut al-Qur’an, seperti pada surat al-Baqarah: 30, an-Naml: 62, Shad: 26 dan Yunus: 14 tentang tugas manusia sebagai khalifah di muka bumi yang tentu membutuhkan pendidikan kecakapan hidup.[12]
          Adapun menurut al-Hadis yakni HR. Bukhari-Muslim tentang lima hal yang perlu dipertimbangkan dalam berumah tangga. Hadis tersebut yang dijadikan landasan pelaksanaan pengembangan life skills.[13]
3.    Pola Pelaksanaan Pembelajaran Life Skills
Adapun pola pelaksanaannya dapat dilakukan melalui :
a.    Pengembangan Budaya Sekolah
Pendidikan berlangsung bukan hanya di dalam kelas. Pendidikan juga terjadi di luar kelas, di lingkungan sekolah, di lingkungan keluarga, di lingkungan masyarakat, dan di lingkungan-lingkungan lain pendidikan juga dapat berlangsung. Terkait dengan PBKH tidak dapat dibebankan kepada guru semata, tetapi ditunjang oleh lingkungan yang kondusif. Lingkungan itu di antaranya ialah lingkungan sekolah.
Budaya sekolah berpengaruh sangat besar terhadap proses pendidikan di sekolah, bahkan beberapa ahli menyebutkan budaya sekolah itulah yang membentuk hasil pendidikan. Oleh karena itu budaya sekolah perlu mendapat perhatian dalam pelaksanaan pendidikan kecakapan hidup.
Ada tiga aspek pendidikan yang dapat dikembangkan melalui budaya sekolah yang kondusif. Ketiga aspek itu adalah pengembangan disiplin diri dan rasa tanggung jawab, pengembangan motivasi belajar, dan pengembangan rasa kebersamaan. Oleh karena itu, ketiga aspek itu hendaknya menjadi budaya warga sekolah yang dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.
b.    Manajemen Pendidikan
Departemen Pendidikan Nasional telah meluncurkan rintisan manajemen berbasis sekolah.  Manajemen berbasis sekolah (MBS) adalah salah satu model manajemen yang memberikan kewenangan kepada sekolah untuk mengurus dirinya dalam rangka peningkatan mutu.
Ada lima prinsip dasar manajemen berbasis sekolah antara lain:[14] kemandirian, transparansi, kerja sama, akuntabilitas, dan sustainbilitas. Kelima prinsip dasar itu sangat terkait dengan prinsip-prinisp kecakapan hidup yang akan dikembangkan di dalam pendidikan berorientasi kecakapan hidup. Oleh karena itu jika lima prinsip tersebut dapat dikembangkan menjadi budaya kerja sekolah, maka akan menompang tumbuhnya kecakapan hidup para siswa.
Mengingat pendidikan kecakapan hidup merupakan reorientasi pendidikan yang bersifat mendasar, maka pada aspek manajemen sekolah juga perlu diperhatikan penyamaan pemahaman antar seluruh warga sekolah, sehingga perwujudan pendidikan kecakapan hidup menjadi salah satu bagian visi sekolah. Diperlukan juga upaya peningkatan kemampuan guru atau lainnya agar mampu mewujudkan pendidikan kecakapan hidup dalam kehidupan keseharian sekolah.[15]
c.    Hubungan Sinergis dengan Masyarakat
Penanggung jawab pertama terhadap pendidikan anak adalah orang tua. Sekolah hanya membantu orang tua dalam pelaksanaan pendidikan. Anak-anak, ternyata jauh lebih berhadapan dengan orang tua dan mayarakat dalam kesehariannya dibandingkan dengan sekolah. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan PBKH keterlibatan orang tua dan masyarakat tidak dapat dihindari.
Hubungan sinergis artinya saling bekerjasama dan saling mendukung. Orang tua atau masyarakat dan sekolah perlu bersama-sama menentukan arah pendidikan bagi anak-anak. Kemudian memikirkan usaha-usaha untuk mencapai arah tersebut.
Keterlibatan orang tua dalam manajemen berbasis sekolah adalah sebagai orang yang berkepentingan memiliki kesempatan ikut menentukan kebijakan pendidikan di sekolah. Misalnya, orang tua ikut menentukan rencana pengembangan sekolah, aplikasi kurikulum, pembiayaan dan sebagainya.



[1] Ahmad Dasen, “Pendidikan Life Skill” diakses pada tanggal 10 September 2012 dari http://ahmadasen.wordpress.com/2009/01/26/pendidikan-life-skill/
[2] Slamet PH, Pendidikan Kecakapan Hidup di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama: Konsep dan Pelaksanaan (Jakarta: Direktorat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, 2002), h. 154.
[3] Tim Broad Based Education (BBE) Depdiknas,  Pola Pelaksanaan Pendidikan Kecakapan Hidup (Surabaya: SIC bekerjasama dengan LPM UNESA, 2003),  h. 7.
[4] Departemen Pendidikan Nasional, Pola Pelaksanaan Pendidikan Berorientasi Kecakapan Hidup melalui BBE untuk PMU (Jakarta: Tim Broad Based Education (BBE) Ditjen Dikdasmen, 2002), h. 167.

[5] Budi Sutrisno, “Pembelajaran Kecakapan Hidup” diakses pada tanggal 17 November 2012 dari http://budisutrisnompd.blogspot.com/2009/07/pembelajaran-kecakapan-hidup.html.
[6]Ibid.
[7] Depdiknas, Pendidikan, h. 44.
[8] Ace Suryadi, Mewujudkan masyarakat pembelajar-Konsep, Kebijakan dan Implementasi.
[9] Djoko Hartono, Pengembangan Life Skills dalam Pendidikan Islam (Surabaya: Ponpes Jagad ‘Alimussirry, 2012), h. 34.
[10] Zulkarnaini, “Pola Pelaksanaan Pendidikan Berorientasi Kecakapan Hidup Life Skill Education”, diakses pada tanggal 11 September 2012 dari http://zulkarnainidiran.wordpress.com/2008/11/28/pola-pelaksanaan-pendidikan-berorientasi-kecakapan-hidup-life-skill-education/
[11]Ibid.
[12] Djoko, Pendidikan, h. 36.
[13] Ibid., h. 37.
[14] Depdiknas, Pendidikan, h. 25.
[15] Moh. Najid, Kecakapan Hidup Melalui Pendekatan Pendidikan Berbasis Luas, (Surbaya: Intellectual Club, 2002), h. 33.