Selasa, 12 Maret 2013

EVALUASI DAN PRESTASI BELAJAR


Evaluasi adalah penilaian terhadap tingkat keberhasilan siswa mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam sebuah program. Aktivitas belajar perlu diadakan evaluasi, hal ini penting karena dengan evaluasi kita dapat mengetahui apakah tujuan belajar yang telah ditetapkan dapat tercapai atau tidak. Melalui eavaluasi dapat diketahui kemajuan-kemajuan belajar yang dialami oleh anak, dapat ditetapkan keputusan penting mengenai apa yang telah diperoleh dan diketahui anak serta dapat merencanakan apa yang seharusnya dilakukan pada tahap berikutnya. 
Hasil belajar ideal meliputi segenap psikologis yang berubah sebagai akibat pengalaman dan proses belajar siswa namun pengungkapan perubahan tingkah laku seluruh ranah itu, khususnya ranah rasa murid sangat sulit. Hal itu disebabkan perubahan hasil belajar itu yang bersifat intangible (tak dapat diraba). Oleh karena itu yang dapat dilakukan guru dalam hal ini adalah hanya mengambil cuplikan perubahan tingkah laku yang dianggap penting dan diharapkan dapat mencerminkan perubahan yang terjadi sebagai hasil belajar siswa baik yang berdimensi cipta dan rasa maupun yang berdimensi karsa. 

A.  Evaluasi dan Prestasi Belajar
1.    Pengertian Evaluasi dan Hubungan dengan Pengukuran
Evaluasi artinya penilaian terhadap tingkat keberhasilan siswa mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam suatu program. Padanan kata evaluasi adalah assessment yang menurut Tadff (1989) berarti proses penilaian untuk menggambarkan prestasi yang dicapai seorang siswa sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.[1]
Evaluasi pada dasarnya adalah memberikan pertimbangan atau harga nilai berdasarkan kriteria tertentu, untuk mendapatkan evaluasi yang meyakinkan dan objektif dimulai dari informasi-informasi kuantitatif dan kualitatif. Instrumennya (alatmya) harus cukup sahih, kukuh, praktis, dan jujur.[2]
Istilah evaluasi  sering dikacaukan dengan pengukuran. Keduanya memang ada kaitan yang erat, tetapi sebenarnya mengandung titik beda. Pengertian pengukuran mencakup segala cara untuk memperoleh informasi yang dapat dikuantifikasikan, baik dengan tes maupun dengan cara-cara lain. Sedangkan pengertian evaluasi menekankan penggunaan informasi yang diperoleh dengan pengukuran maupun dengan cara lain untuk menentukan pendapat dan membuat keputusan-keputusan pendidikan.[3]
Dalam kaitan ini ada dua istilah yang hampir sama tetapi berbeda, yaitu “penilaian” dan “pengukuran”. Pengertian pengukuran terarah kepada tindakan atau proses untuk menentukan kuantitas sesuatu, karena itu biasanya diperlukan alat bantu. Sedangkan penilaian atau evaluasi terarah pada penentuan kualitas atau nilai sesuatu.
Walaupun terdapat perbedaan, kedua hal tersebut tak dapat dipisahkan karena berhubungan erat. Pelaksanaan penilaian terlebih dahulu harus didasarkan atas pengukuran-pengukuran. Sedangkan sebaliknya, pengukuran-pengukuran tidak akan berarti bila tidak dihubungkan dengan penilaian. Misalnya Ahmad mendapat skor mentah 90 (pengukuran), kemudian berdasarkan kriteria tertentu, maka Ahmad mendapat nilai “A”  (penilaian).
Evaluasi tidak boleh dilakukan dengan sekehendak hati guru, anak didik yang cantik diberikan nilai tinggi dan anak didik yang jelek atau kurang cantik diberikan nilai rendah. Evaluasi dilakukan dengan pertimbangan-pertimbangan yang arif dan bijaksana, sesuai dengan hasil kemajuan belajar yang ditunjukkan oleh anak didik.
Dengan demikian, evaluasi adalah suatu tindakan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang arif dan bijaksana untuk menentukan nilai sesuatu, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif.[4]
2.    Tujuan dan Fungsi Evaluasi dalam Pembelajaran
Tujuan evaluasi adalah suatu kegiatan yang disengaja dan bertujuan. Kegiatan evaluasi dilakukan dengan sadar oleh guru dengan tujuan memperoleh kepastian mengenai keberhasilan belajar anak ddik dan memberikan masukan kepada guru mengenai yang dia lakukan dalam pengajaran. Dengan kata lain evaluasi yang dilakukan guru bertujuan untuk mengenai bahan-bahan pelajaran yang disampaikannya sudah dikuasai atau belum oleh anak didik, dan apakah kegiatan pengajaran yang telah dilaksanakan sesuai dengan yang diharapkan.
Menurut Sudirman, tujuan penilaian dalam belajar mengajar adalah:
a.       Mengambil keputusan tentang hasil belajar,
b.      Memahami anak didik, dan
c.       Memperbaiki dan mengembangkan program pengajaran.
Kemudian pengambilan keputusan tentang hasil belajar merupakan suatu keharusan bagi seorang guru agar dapat mengetahui berhasil tidaknya anak didik dalam proses belajar mengajar. Ketidakberhasilan proses belajar mengajar disebabkan antara lain oleh:
a.    Kemampuan anak didik yang rendah,
b.    Kualitas materi pelajaran tidak sesuai dengan tingkat usia anak,
c.    Jumlah bahan pelajaran terlalu banyak sehingga tidak sesuai dengan waktu   yang diberikan, dan
d.   Kompenen proses belajar mengajar yang kurang sesuai dengan tujuan.
Dengan demikian yang tujuan evaluasi adalah untuk memperbaiki cara belajar mengajar, mengadakan perbaikan dan pengayaan bagi anak didik, serta menempatkan anak didik pada situasi belajar mengajar yang lebih tepat sesusai dengan tingkat kemampuan yang demikiannya.[5]
Tujuan evaluasi dapat dilihat dari dua segi, tujuan umum dan tujuan khusus.
a.    Tujuan umum:
1)   Mengumpulkan data-data yang membuktikan taraf kemajuan murid dalam mencapai tujuan yang diharapkan.
2)   Memungkinkan pendidik/ guru menilai aktivitas/ pengalaman yang didapat.
3)   Menilai metode mengajar yang dipergunakan.
b.    Tujuan khusus:
1)   Merangsang kegiatan siswa,
2)   menemukan sebab-sebab kemajuan atau kegagalan.
3)   Memberikan bimbingan yang sesuai dengan kebutuhan, perkembangan dan bakat siswa yang bersangkutan.
4)   Memperoleh bahan laporan tentang perkembangan siswa yang diperlakukan orang tua dan lembaga pendidikan.
5)   Memperbaiki mutu pelajaran/ cara belajar/ cara belajar dan metode mengajar.[6]
Evaluasi siswa mempunyai enam tujuan utama :
a.  Umpan balik bagi siswa,
b.  Umpan balik bagi guru,
c.  Informasi bagi orang tua,
d.  Informasi bagi orang tua,
e.  Informasi untuk pemilihan dan pemberian sertifikat,
f.  Informasi untuk akuntanbilitas, dan
g.  Intentif untuk meningkatkan upaya siswa.
Fungsi evaluasi adalah mutlak dilakukan dan merupakan kewajiban bagi setiap guru. Kewajiban bagi setiap guru karena pada akhirnya guru harus dapat memberikan informasi kepada lembaganya ataupun kepada anak didik itu sendiri, bagaimana dan sampai dimana penguasaan dan kemampuan yang telah dicapai anak didik tentang materi dan keterampilan-keterampilan mengenai mata ajaran yang telah diberikannya.
Evaluasi tidak bisa dipisahkan dari kegiatan pengajaran, maka bagi guru mutlak harus mengenai fungsi evaluasi. Sehingga mudah menerapkannya untuk menilai keberhasilan pengajaran.[7]
Dalam kaitannya kegiatan belajar mengajar evaluasi mempunyai fungsi sangat penting, yaitu:
a.    Untuk memberikan umpan balik kepada guru sebagai dasar untuk memperbaiki program bagi murid,
b.    Untuk memberikan angka yang tepat tentang kemajuan taua hasil belajar dan setiap murid. Antara lain digunakan dalam rangka pemberian laporan kemajuan belajar murid kepada orang tua, penentuan lulus tidaknya  seorang murid,
c.    Untuk menentukan murid didalam situasi belajar mengajar yang tepat, sesuai dengan tingkat kemampuan yang dimiliki oleh murid,
d.   Untuk mengenal latar belakang (psikologis, fisik dan lingkungan) murid yang mengalami kesulitan-kesulitan belajar, nantinya dapat dipergunakan sebagai dasar dalam pemecahan kesulitan-kesulitan belajar yang timbul.[8]
Selain itu, Wayan Nurkancana, dkk. Juga merumuskan masalah fungsi evaluasi ini. Menurut mereka evaluasi dalam bidang pendidikan dan pengajaran mempunyai beberapa fungsi, yaitu:
a.    Untuk mengetahui taraf kesiapan anak didik untuk menempatkan suatu pendidikan tertentu.
b.    Untuk mengetahui seberapa jauh hasil yang telah dicapai proses pendidikan yang telah dilaksanakan.
c.    Untuk mengetahui apakah suatu mata pelajaran yang diajarkan dapat dilanjutkan dengan bahan yang baru atau harus diulang kembali.
d.   Untuk mendapatkan bahan-bahan informasi dalam memberikan bimbingan tentang jenis pendidikan atau jenis jabatan yang cocok untuk anak tersebut,
e.    Untuk mendapatkan bahan-bahan informasi yang menentukan apakah seorang anak dapat dinaikkan ke kelas yang lebih tinggi atau harus mengulang dikelas semula,
f.     Untuk membandingkan apakah prestasi yang dicapai anak didik sudah sesuai dengan kapasitasnya atau belum,
g.    Untuk menafsirkan apakah anak telah cukup matang untuk dilepaskan kedalam masyarakat atau untuk melanjutkan ke lembaga pendidikan yang lebih tinggi, dan
h.    Untuk mengetahui taraf efisiensi metode yang digunakan dalam lapangan pendidikan.[9]
3.    Jenis dan Teknik Evaluasi
1.    Jenis- jenis evaluasi
a.         Evaluasi Formatif adalah evaluasi yang dilaksanakan setiap kali selesai mempelajari suatu unit pelajaran tertentu. Bermanfaat sebagai alat penilaian proses belajar mengajar suatu unit bahan pelajarn tertentu. Hal-hal yang berhubungan dengan masalah evaluasi formatif ialah sebagai berikut:
1)   Penilaian dilakukan pada akhir setiap satuan pelajaran,
2)   Penilaian formatif bertujuan sejauh mana tujuan instruksional khusus (TIK) pada setiap satuan pelajaran yang telah dicapai,
3)   Penilaian formatif dilakukan dengan mempergunakan tes hasil belajar, kuesioner, ataupun cara lainnya yang sesuai.
4)   Siswa dinilai berhasil dalam penilaian formatif jika mencapai taraf penguasaan sekurang-kurangnya 75% dari tujuan yang oingin dicapai.
b.        Evaluasi Subsumatif/ Sumatif adalah penilaian yang dilaksanakan setelah beberapa satuan pelajarn yang diselesaikan, dilakukan oleh perempat atau tengah semester. Sedangkan evaluasi submatif ialah penilaian yang dilaksanakan setiap akhir pengajaran suatu program atau sejumlah unit pelajaran tertentu. Evaluasi sumatif bermanfaat untuk menilai hasil pencapaian siswa terhadap tujuan suatu program pelajaran dalam suatu periode tertentu, seperti semerter atau akhir pelajaran.
c.         Evaluasi kokurikuler adalah kegiatan yang dilakukan di luar jam pelajaran yang telah dijatahkan dalam struktur program, berupa penugsan-penugasan atau pekerjaan rumah yang menjadi pasangan kegiatan intrakulikuler. Kegiatan ini dimaksudkan agar siswa lebih mendalami dan menghayati apa yang dipelajari dalam kegiatan intrakulikuler.
d.        Evaluasi ekstrakulikuler adalah kegiatan diluar jam pelajaran, yang dilakukan disekolah ataupun diluar sekolah. Kegiatan ini maksudkan untuk memperluas pengetahuan siswa, mengenal hubungan anatara berbagai mata pelajaran atau bidang pengembangan, menyalurkan bakat dan minat yang menunjang pencapaian tujuan instruksional, serta melengkapi upaya pembinaan manusia seutuhnya. Kegiatan ini dilakukan secara berkala pada waktu tertentu.[10]
2.    Teknik Evaluasi
Dalam pelaksanaanya, evaluasi dapat ditempuh melalui dua cara, yaitu teknik tes dan non tes.
a. Teknik Tes:
1.  Tes tertulis,
2.  Tes lisan, dan
3.  Tes perbuatan.
b.  Teknik Non tes
1.  Angket,
2.  Wawancara/interview,
3.  Observasi, dan
4.  Kuesioner atau inventory.
4.    Syarat Alat Evaluasi
          Sebuah instrumen evaluasi hasil belajar hendaknya memenuhi syarat sebelum di gunakan untuk mengevaluasi atau mengadakan penilaian agar terhindar dari kesalahan dan hasil yang tidak valid (tidak sesuai kenyataan sebenarnya). Alat evaluasi yang kurang baik dapat mengakibatkan hasil penilaian menjadi bias atau tidak sesuainya hasil penilaian dengan kenyataan yang sebenarnya, seperti contoh anak yang pintar dinilai tidak mampu atau sebaliknya.
Jika terjadi demikian perlu ditanyakan apakah persyaratan instrumen yang digunakan menilai sudah sesuai dengan kaidah-kaidah penyusunan instrumen.
Instrumen Evaluasi yang baik memiliki ciri-ciri dan harus memenuhi beberapa kaidah antara lain :
a.    Reliabilitas, secara sederhana reliabilitas berati hal tahan uji atau dapat dipercaya. Sebuah alat evaluai dipandang reliabel atau tahan uji, apabila memiliki konsistensi atau keajekan hasil. Artinya, apabila alat itu diujikan kepada kelompok siswa pada waktu tertentu menghasilkan prestasi “X”, maka prestasi yang sama atau hampir sama dengan “X” itu dapat pula dicapai kelompok siswa tersebut setelah diuji ulang dengan alat yang sama pada waktu yang lain.
b.    Validitas. Pada prinsipnya, validitas (validity) berarti keabsahan atau kebenaran. Sebuah alat evaluasi dipandang valid (absah) apabila dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Contohnya, apabila sebuah alat evaluasi bertujuan mengukur prestasi belajar matematika, maka item-item (butir-butir soal) dalam alat itu hendaknya hanya direkayasa untuk mengukur kemampuan matematis para siswa. Kemampuan-kemampuan lainnya yang tidak relevan, seperti kemampuan dalam bidang bahasa, IPS, dan sebagainya tidak perlu diukur oleh instrumen evaluasi matematika tersebut.
Persyaratan lain seperti objektif, diskriminatif, dan sebagainya dikemukakan oleh kebanyakan penyusun buku psikologi pendidikan , mengingat secara implisit, telah termasuk dalam dua macam syarat di atas.[11]
Mengenai uraian pembahasan di atas terdapat beberapa tanggapan berkaitan dengan syarata alat evaluasi dari segi validitasnya yaitu Pertanyaan untuk validity timbul apabila suatu test mengukur terlalu sempit satu aspek dari kemampuan, atau waktu mengukur kualitas yang berbeda dari kualitas yang berbeda dari keahlian atau pembawaan. Dengan kata lain validity bergantung pula pada bagaimana test dilaksanakan dan bagaimana test ditafsirkan.
Hal-hal yang sangat penting untuk dikerjakan adalah untuk mendidik guru-guru dalam menggunakan test. Hal penting lainnya ialah untuk memperbaiki test-test standar yang ada supaya lebih reliable dan lebih valid. Walter N. Durost: Banyak bukti yang menyatakan bahwa hasil-hasil dari test seringkali dikacaukan oleh pengadministrasian yang buruk yang disebabkan oleh persiapan yang kurang teliti. Sebagian dari jawaban persoalan ini terletak dalam persoalan-persoalan melakukan latihan dan sebagian lagi ialah soal sikap dari orang-orang administratif.
Jadi ternyata bahwa persoalan test validity tak seluruhhnya memajukan testnya. Juga tersangkut persoalan-persoalan lain seperti perkembangan pemeliharaan dari moral diantara guru-guru dan perkembangan hubungan demokrasi antara guru-guru dan pegawai administrasi. Dari apa yang dikatakan Durost terbukti bahwa guru-guru membutuhkan suatu latihan dalam menggunakan test, tetapi apabila keputusan untuk membuat latihan semacam itu tanpa bantuan guru-guru sedikit sekali hasil-hasil praktis akan tercapai.[12]
5.    Strategi Evaluasi dari Berbagai Ranah Psikologis
     Evaluasi psikoedukasi, baik pada anak, remaja, ataupun dewasa pada dasarnya akan menyentuh tiga ranah psikologis. Yaitu ranah cipta (kognitif), ranah rasa (afektif), dan ranah karsa (psikomotor).
a.       Evaluasi Prestasi Kognitif
Mengukur keberhasilan siswa yang berdimensi kognitif (ranah cipta) dapat dilakukan dengan berbagai cara, baik dengan tes tertulis maupun tes lisan dan perbuatan. Karena semakin membengkaknya jumlah siswa-siswa di sekolah, tes lisan dan perbuatan saat ini semakin jarang digunakan. Alasan lain mengapa tes lisan khususnya kurang mendapat perhatian ialah karena pelaksanaannya yang face to face (berhadapan langsung). Cara ini, konon dapat mendorong penguji untuk bersikap kurang fair terhadap si teruji/peserta didik tertentu.
Dampak negatif yang terkadang muncul dalam tes yang face to face itu, ialah sikap dan perlakuan penguji yang subjektif dan kurang adil, sehingga soal yang diajukan pun tingkat kesukarannya berbeda antara satu dengan yang lainnya. Di satu pihak ada siswa yang diberi soal yang mudah dan terarah (sesuai dengan topik) sedangkan di pihak lain ada pula siswa yang ditanyai masalah yang sukar bahkan terkadang tidak relevan dengan topik.
Untuk mengatasi masalah subjektivitas itu, semua jenis tes tertulis baik yang berbentuk subjektif maupun yang berbentuk objektif (kecuali tes B-S), seyogjanya dipakai sebaik-baiknya oleh para guru. Namun demikian, apabila anda menghendaki informasi yang lebih akurat mengenai kemampuan kognitif siswa, selain tes B-S, tes pilihan berganda juga sebaiknya tidak digunakan. Sebagai gantinya, anda sangat dianjurkan untuk menggunakan tes pencocokan (matching test), tes isian, dan tes esai. Khusus untuk mengukur kemampuan analisis dan sistesis siswa, anda lebih dianjurkan untuk menggunakan tes esai, karena tes ini adalah ragam instrument evaluasi yang dipandang paling tepat untuk mengevaluasi dua jenis kemampuan akal siswa tadi.
b.      Evaluasi Prestasi Afektif
Dalam merencanakan penyusunan instrument tes prestasi siswa yang berdimensi afektif (ranah rasa) jenis-jenis prestasi internalisasi dan karakterisasi sebaiknya mendapat perhatian khusus. Karena kedua jenis prestasi ranah rasa itulah yang lebih banyak mengendalikan sikap dan perbuatan siswa.
Salah satu bentuk tes ranah rasa yang populer ialah likert scale yang tujuannya untuk mengidentifikasi kecenderungan atau sikap orang. Bentuk skala ini menampung pendapat yang mencerminkan sikap sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju dan sangat tidak setuju. Rentang skala ini diberi skor 1 sampai 5 atau 1 sampai 7 bergantung kebutuhan dengan catatan skor-skor itu dapat mencerminkan sikap-sikap mulai sangat “ya” sampai sangat “tidak”. Perlu pula dicatat, untuk memudahkan identifikasi jenis kecenderungan afektif siswa yang representatif item-item skala sikap sebaiknya dilengkapi dengan label/identitas sikap yang meliputi:
a.    Doktrin, yaitu pendirian,
b.    Komitmen (ikrar) untuk melakukan atau meninggalkan suatu perbuatan,
c.    Penghayatan (pengalaman batin), dan
d.   Wawasan, pandangan, atau cara memandang sesuatu.
Hal lain yang perlu diingat guru yang hendak menggunakan skala sikap ialah bahwa dalam evaluasi ranah rasa yang dicari bukanlah benar dan salah, melainkan sikap atau kecenderungan, setuju atau tidak setuju. Jadi, tidak sama dengan evaluasi ranah cipta yang secara principal bertujuan mengungkapkan kemampuan akal dengan batasan salah dan benar.
c.       Evaluasi Prestasi Psikomotor
Cara yang dipandang tepat untuk mengevaluasi keberhasilan belajar yang berdimensi ranah psikomotor (ranah karsa) adalah observasi. Dalam hal ini observasi dapat diartikan sebagai sejenis tes mengenai peristiwa, tingkah laku, atau fenomena lain dengan pengamatan langsung. Namun, observasi harus dibedakan dengan eksperimen, karena eksperimen pada umumnya dipandang sebagai salah satu cara observasi.
Guru yang hendak melakukan observasi perilaku psikomotor siswanya hendaklah mempersiapkan langkah-langkah yang cermat dan sistematis menurut pedoman yang terdapat dalam lembar format observasi yang sebelumnya telah disediakan baik oleh sekolah maupun oleh guru itu sendiri.[13]
6.    Aplikasi Evaluasi Prestasi Belajar
Pada prinsipnya, pengungkapan hasil belajar ideal meliputi segenap ranah psikologis yang berubah sebagai akibat pengalaman dan proses belajar siswa. Namun demikian, pengungkapan perubahan tingkah laku seluruh ranah itu, khususnya ranah murid sangat sulit. Hal ini disebabkan perubahan hasil belajar itu bersifat intangible (tak dapat diraba). Oleh karena itu, yang dapat dilakukan guru dalam hal ini adalah hanya mengambil cuplikan perubahan tingkah laku yang dianggap penting dan diharapkan dapat mencerminkan perubahan yang terjadi sebagai hasil belajar siswa, baik yang berdimensi cipta dan rasa maupun yang berdimensi karsa.
Kunci pokok untuk memperoleh ukuran dan data hasil belajar siswa sebagaimana yang terurai di atas adalah mengetahui garis-garis besar indikator (penunjuk adanya prestasi tertentu) dikaitkan dengan jenis prestasi yang hendak diungkapkan atau diukur. Berikut tabel panjang mengenai kunci pokok dalam mengguanakan alat evaluasi yang dipandang tepat, reliabel, dan valid.
            Tabel 1. Jenis, Indikator, dan Cara Evaluasi Prestasi
No.
Ranah/ Jenis Prestasi
Indikator
Cara Evaluasi
1.
Ranah Cipta (Kognitif)
·   Pengamatan


1.    Dapat menunjukkan
2.    Dapat membandingkan
3.    Dapat menghubungkan

1.     Tes lisan
2.     Tes tertulis
3.     Observasi
·   Ingatan
1.    Dapat menyebutkan
2.    Dapat menunjukkan kembali
1.    Tes lisan
2.    Tes tertulis
3.    Observasi
·   Pemahaman
1.    Dapat menjelaskan
2.    Dapat mengidentifikasi dengan lisan sendiri
1.    Tes lisan
2.    Tes tertulis
·   Penerapan
1.    Dapat memberikan contoh
2.    Dapat menggunakan secara tepat
1.    Tes tertulis
2.    Pemberian tugas
3.    Observasi
·   Analisis (pemeriksaan dan pemilihan secara teliti)
1.    Dapat menguraikan
2.    Dapat mengklasifikasikan
1.    Tes tertulis
2.    Pemberian tugas
·   Sintesis (membuat paduan baru dan utuh)
1.    Dapat menghubungkan
2.    Dapat menyimpulkan
3.    Dapat menggeneralisasikan
1.    Tes tertulis
2.    Pemberian tugas
2.
Ranah Rasa (Afektif)
·   Penerimaan

1.    Menunjukkan sikap menerima
2.    Menunjukkan sikap menolak

1.    Tes tertulis
2.    Tes skala sikap
3.    Observasi
·  Sambutan
1.     Kesediaan berpartisipasi
2.     Kesediaan memanfaatkan
1.    Tes skala sikap
2.    Pemberian tugas
3.    Observasi
·  Apresiasi (sikap menghargai)
1.    Menganggap penting dan bermafaat
2.    Menganggap indah dan harmonis
3.    Mengagumi
1.     Tes skala sikap
2.     Pemberian tugas
3.     Observasi
·  Internalisasi (pengalaman)
1.    Mengakui dan meyakini
2.    Mengingkari
1.    Tes skala sikap
2.    Pemberian tugas yang ekspresif dan proyektif.
·  Karakterisasi (penghayatan)
1.    Melembagakan atau meniadakan
2.    Menjelmakan dalam pribadi dan perilaku sehari-hari
1.    Pemberian tugas ekspresif dan proyektif
2.    Observasi
3.
Ranah karsa (Psikomotor)
·  Keterampilan bergerak dan bertindak
1.    Mengkoordinasikan gerak mata, tangan, kaki dan anggota tubuh lainnya
1.    Observasi
2.    Tes tindakan
·  Kecakapan ekspresi verbal dan nonverbal
1.    Mengucapkan
2.    Membuat mimik dan gerakan jasmani
1.    Tes lisan
2.    Observasi
3.    Tes tindakan




[1]Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, ( Bandung: Remaja rosda karya, 1995), h. 141.
[2]Syaiful Bahri Djamarah,Guru dan Anak Didik, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2005), h. 245.
[3]Abu Ahmadi, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1991), h. 187.
[4]Syaiful Bahri Djamarah……………..Ibid., h. 246.
[5] Ibid., h. 246-247.
[6]Abu Ahmadi……………Ibid., h. 189.
[7] Syaiful Bahri Djamarah………….Ibid., h. 248.
[8]Abu Ahmadi………………..Ibid., h. 189-190.
[9] Syaiful Bahri Djamarah…………….Ibid., h. 250.
[10] Syaiful Bahri Djamarah…………………Ibid., h. 256.
[11] Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1995), hal. 145-146.
[12] Kostoer Partowisastro, Dinamika Dalam Psikologi Pendidikan, (Jakarta Pusat: Erlangga, 1983), hal. 109-110.
[13] Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, (Bandung, Remaja Rosda Karya, 1995), hal. 154-157.

Tidak ada komentar: