Secara faktual, pelaksanaan internalisasi nilai dan
transformasi pengetahuan pada peserta didik merupakan tugas yang cukup berat di
tengah kehidupan masyarakat yang kompleks apalagi pada era globalisasi dan
modernisasi ini. Untuk mengaktualisasikan pelaksanaan tersebut dalam pendidikan
agama Islam, pendidik atau gurulah yang mempunyai tanggung jawab mengantarkan
manusia ke arah tujuan tersebut. Dengan ini, keberadaan pendidik dalam dunia
pendidikan sangatlah krusial, sebab kewajibannya tidak hanya mentransformasikan
pengetahuan (knowledge), tetapi juga dituntut menginternalisasikan
nilai-nilai (value) pada peserta didik. Bentuk nilai yang
diinternalisasikan paling tidak meliputi: nilai etika (akhlak), estetika
sosial, ekomis, politik, pengetahuan, pragmatis, dan nilai ilahiyyah.[1]
Berbeda dengan gambaran tentang pendidik pada umumnya,
pendidik Islam adalah orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan
peserta didik dalam mengembangkan potensinya, dan dalam pencapaian tujuan
pendidikan baik dalam aspek kognitif, afektif, maupun psikomotorik.
Untuk menjadi pendidik yang profesional tidaklah
mudah, karena ia harus memiliki berbagai kompetensi-kompetensi keguruan.
Kompetensi dasar (basic competency) bagi pendidik ditentukan oleh
tingkat kepekaannya dari bobot potensi dasar dan kecenderungan yang
dimilikinya. Hal tersebut karena kompetensi itu merupakan tempat dan bahan
untuk memproses semua pandangan sebagai bahan untuk menjawab semua rangsangan
yang datang darinya. Oleh karena itu, seorang pendidik harus mempunyai
persiapan diri untuk menguasai sejumlah pengetahuan, ketrampilan, dan kemampuan
khusus yang terkait dengan profesi keguruannya, agar ia dapat menjalankan
tugasnya dengan baik, serta dapat memenuhi keinginan dan harapan peserta
didiknya.
A.
Kompetensi Dasar Guru Pendidikan Islam
1.
Pengertian Kompetensi Dasar Guru Pendidikan
Agama Islam
Pengertian dasar kompetensi (competency) adalah
kemampuan atau kecakapan.[2] Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia kompetensi berarti kewenangan/kekuasaan untuk
menentukan (memutuskan sesuatu).[3] Padanan kata yang berasal dari bahasa Inggris ini
cukup banyak dan yang lebih relevan dengan pembahasan ini adalah proficiency
and ability yang memiliki arti kurang lebih sama yaitu kemampuan.
Kompetensi merupakan perpaduan
dari pengetahuan, ketrampilan, nilai, dan sikap yang direfleksikan dalam
kebiasaan berfikir dan bertindak.[4]
Guru merupakan salah satu faktor yang
sangat penting dalam meningkatkan kualitas pendidikan, khususnya Guru
Pendidikan Agama Islam (GPAI), karena disamping mempunyai peran mentransfer
ilmu, GPAI juga mempunyai peran dalam membantu proses internalisasi moral
kepada siswa. Selain itu juga harus mempunyai bekal berupa persiapan diri untuk
menguasai sejumlah pengetahuan, ketrampilan, dan
kemampuan khusus sebagai kompetensi dasar yang terkait dengan profesi
keguruannya agar ia dapat menjalankan tugasnya dengan baik serta dapat memenuhi
kebutuhan dan harapan peserta didiknya. Jadi, GPAI
diharapkan mampu membawa peserta didiknya menjadi manusia yang ”sempurna” baik lahiriah maupun
batiniah.[5]
2.
Konsep Kompetensi Dasar Guru Pendidikan Agama Islam
Menurut Gordon sebagaimana yang dikutip E. Mulyasa menjelaskan beberapa aspek atau
ranah yang terkandung dalam konsep kompetensi dasar sebagai berikut:
a. Pengetahuan (Knowledge) yaitu kesadaran
dalam bidang kognitif, misalnya seorang guru mengetahui cara melakukan
identifikasi kebutuhan belajar, dan bagaimana melakukan pembelajaran terhadap
peserta didik sesuai dengan kebutuhan.
b. Pemahaman (Understanding)
yaitu kedalaman kognitif, dan efektif yang dimiliki oleh individu, misalnya
seorang guru yang akan melaksanakan pembelajaran harus memiliki pemahaman yang
baik tentang karakteristik dan kondisi peserta didik, agar dapat melaksanakan
pembelajaran secara efektif dan efesien.
c. Kemampuan (Skill)
yaitu sesuatu yang dimiliki individu untuk melakukan tugas atau pekerjaan yang
dibebankan kepadanya, misalnya kemampuan guru dalam memiliki dan membuat alat
peraga sederhana untuk memberi kemudahan belajar kepada peserta didik.
d. Nilai (Value)
yaitu suatu standar perilaku yang telah diyakini dan secara psikologis telah
menyatu dalam diri seseorang. Misalnya standar perilaku guru dalam pembelajaran
(kejujuran, keterbukaan, demokrasi, dan lain-lain).
e. Sikap (Attitude)
yaitu perasaan atau reaksi terhadap sesuatu rangsangan yang datang dari luar.
Misalnya reaksi terhadap krisis ekonomi dan perasaan terhadap kenaikan upah.
f. Minat (Interest)
adalah kecenderungan seseorang untuk melakukan suatu perbuatan. Misalnya minat
untuk mempelajari atau melakukan sesuatu.[6]
Selain itu, seorang Guru dituntut
memiliki keanekaragaman kecakapan (competencies) yang bersifat
psikologis, selanjutnya untuk mempermudah kita terhadap kompetensi guru
tersebut, berikut ini disajikan sebuah tabel menurt Muhibbin:[7]
Ragam Dan Elemen Kompetensi
|
||
Kompetensi Kognitif
|
Kompetensi Afektif
|
Kompetensi Psikomotor
|
1. Pengetahun
- Pengetahuan kependidikan
- Pengetahuanbidang
studi
2. Kemampuan
mentransfer strategi kognitif
|
1. Konsep diri dan harga diri
2. Sikap terhadap
diri sendiri dan orang lain.
|
1.Kecakapan
fisik umum
2.Kecakapan fisik khusus
- Kecakapan
ekspresi verbal
- Kecakapan
ekspresi non verbal
|
Jadi, untuk menjadi pribadi
seorang Guru Pendidikan Agama Islam yang berkompetensi harus bisa memenuhi
konsep-konsep dasar tersebut agar proses pendidikan dapat tercapai dengan
maksimal.
3.
Kompetensi Dasar Guru Pendidikan Agama Islam Menurut Ulama’
Menurut beberapa ulama’ bahwa ada
beberapa kemampuan dan perilaku yang perlu dimiliki oleh guru yang sekaligus
merupakan profil guru pendidikan agama Islam (GPAI) yang diharapkan agar dapat
menjalankan tugas-tugas kependidikannya dengan baik dan optimal.
Berikut ini akan dikemukakan
beberapa pendapat para ulama tentang kompetensi
yang harus dimiliki oleh Guru Pendidikan
Agama Islam, yaitu:
1. Menurut
Al Ghazali, mencakup: a) Menyajikan pelajaran dengan taraf kemampuan peserta
didik, b) Terhadap peserta didik yang kurang mampu, sebaiknya diberi ilmu-ilmu
yang global dan tidak detail.
2. Menurut
Abdurrahman al-Nahlawy, meliputi:a) Senantiasa membekali diri dengan ilmu dan
mengkaji serta mengembangkannya, b) Mampu menggunakan variasi metode mengajar
dengan baik, sesuai dengan karekteristik materi pelajaran dan situasi belajar
mengajar, c) Mampu mengelola peserta didik dengan baik, d) Memahami kondisi
psikis dari peserta didik, e) Peka dan tanggap terhadap kondisi dan
perkembangan baru.
3. Menurut
Muhammad Athiyah Al-Abrasyi, mencakup: a) Pemahaman tabiat, minat, kebiasaan,
perasan, dan kemampuan peserta didik, b) Penguasaan bidang yang diajarkan dan
bersedia mengembangkannya.
4. Menurut
Ibnu Taimiyah, mencakup: a) Bekerja keras dalam menyebarkan ilmu, b) Berusaha
mendalami dan mengembangkan ilmunya.
5. Menurut
Brikan Barky Al Qurasyi, meliputi a) Penguasaan dan pendalaman atas bidang
ilmunya, b) Mempunyai kemampuan mengajar, c) Pemahaman terhadap tabiat,
kemampuan dan kesiapan peserta didik.[8]
Jadi, dari beberapa pendapat para
ulama tentang kompetensi dasar Guru Pendidikan Agama Islam tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa seorang Guru itu harus pandai dan bisa menguasai dan
mengembangkan ilmunya. Selain itu seorang Guru harus bisa mengetahui keadaan
psikis seorang peserta didik.
4.
Tujuan Kompetensi Dasar Guru Pendidikan Agama
Islam
Sedangkan tujuan kompetensi Guru
Pendidikan Agama Islam menurut Sardiman, diantaranya yaitu:
a. Guru memiliki
kemampuan pribadi, maksudnya guru diharapkan mempunyai pengetahuan, kecakapan
dan ketrampilan serta sikap yang lebih mantap dan memadai serta sikap yang
lebih mantap dan memadai sehingga mampu mengelola proses belajar mengajar dengan baik.
b. Agar guru menjadi inovator, yaitu tenaga kependidikan yang mampu komitmen terhadap
upaya perubahan dan informsi ke arah yang lebih baik.
c. Guru mampu
menjadi developer, yaitu guru mempunyai visi keguruan yang mantap
dan luas perspektifnya.[9]
B. Karakteristik Kompetensi Dasar Guru Pendidikan Agama Islam
1. Kualifikasi Karakteristik
Sebagai pendidik juga wajib
memiliki kualifikasi karakteristik, yang antara lain dapat berupa: akademik,
kompetensi, sertifikasi, sehat jasmani, dan rohani, serta memiliki kemampuan
untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Adapun penjelasan kualifikasi ini
adalah sebagai berikut:
Pertama, kualifikasi akademik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diperoleh melalui pendidikan tinggi program
sarjana atau program diploma empat.
Kedua,
kualifikasi kompetensi, meliputi kompetensi pedagogi, kompetensi kepribadian,
kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan
profesi.
1.
Kompetensi Pedagogi
Terkait dengan kesungguhan dalam
mempersiapkan perkuliahan, keteraturan, ketertiban dalam menyelanggarakan
perkuliahan, kemampuan mengelola kelas, kedisiplinan, kepatuhan terhadap aturan
akademik, penguasaan media, teknologi, pembelajaran, kemampuan melaksanakan
penilaian prestasi belajar peserta didik, dan objektivitas dalam penilaian
terhadap peserta didik, serta persepsi positif terhadap kemampuan mahasiswa.[10]
2.
Kompetensi Personal atau Pribadi
Artinya
seorang guru harus memiliki kepribadian yang mantap dan patut untuk diteladani,
dengan demikian seorang guru mampu menjadi seorang pemimpin yang menjalankan
peran: Ing Ngarso Sung Tulada Ing Madya
Mangun Karsa Tut Wuri Handayani. Oleh karena itu, guru harus mampu menata
dirinya agar menjadi panutan kapan saja, dimana saja, dan oleh siapa saja,
lebih-lebih oleh guru pendidikan agama Islam yang menempatkan diri sebagai
pembimbing rohani siswanya yang mengajarkan materi agama Islam, sehingga ada
tanggung jawab yang penuh untuk menanamkan nilia-nilai akhlakul karimah yang
dilakukan oleh Rasulullah SAW. merupakan suri tauladan bagi umatnya sebagaimana
firman Allah SWT dalam surat Al-Ahzab ayat 21:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ
حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآَخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ
كَثِيرًا.
Artinya:
”Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah SAW. itu suri tauladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”.
3.
Kompetensi Profesional
Artinya
seorang guru harus memiliki pengetahuan yang luas, mendalam dari bidang studi
yang diajarkannya, memilih, dan menggunakan berbagai metode mengajar dalam
proses belajar mengajar yang diselenggarakannya.
4.
Kompetensi Kemasyarakatan
Artinya seorang guru harus mampu
berkomunikasi baik dengan siswa, sesama guru, maupun masyarakat luas.
5.
Seorang guru bukan hanya bertugas di sekolah saja, tetapi juga di rumah,
dan di masyarakat. Di rumah guru sebagai orang tua adalah pendidik bagi
putra-putrinya, di masyarakat guru harus bisa bergaul dengan mereka, dengan
cara saling membantu, tolong menolong, sehingga ia tidak dijauhi
oleh masyarakat sekitar, sebagaimana firman Allah QS. Al-Maidah ayat 2.
…وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا
عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ
الْعِقَابِ.
Artinya:
”...Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa,
dan janganlah tolong menolong dalam perbuatan dosa dan pelanggaran dan
bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa Nya.”[11]
Keberhasilan
pengajaran yang dilakukan oleh guru Pendidikan Agama Islam tergantung pada
penguasaan terhadap kompetensi-kompetensi tersebut. Jika guru dapat mengelola
kelas dengan baik peserta didik akan belajar dengan baik, akhlak yang mulia,
akan menambah motivasi belajar peserta didik. Dengan demikian seterusnya
keberhasilan proses pengajaran Pendidikan Agama Islam tergantung pada kemampuan
penguasaan kompetensi guru Pendidikan Agama Islam.
2.
Sifat Guru Pendidikan Agama Islam
Seiring
dengan tekad Pemerintah Indonesia untuk meningkatkan mutu pendidikan, muncul
ketentuan tentang syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi seorang
tenaga pendidik profesional. Kedudukan guru sebagai tenaga profesional
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen, adalah berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran
guru sebagai agen pembelajaran untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Sementara itu, pada Pasal 5 UU No. 14 Tahun 2005 tersebut dinyatakan bahwa
kedudukan dosen sebagai tenaga professional berfungsi untuk meningkatkan
martabat dan peran sebagai agen pembelajaran, pengembang IPTEK, serta pengabdi
kepada masyarakat.[12]
Adapun
beberapa sifat yang harus dimiliki oleh Guru Pendidikan Agama Islam adalah
sebagai berikut:
a.
Zuhud
Yakni tidak
mengutamakan materi dan mengajar karena mencari keridhaan Allah semata. Seorang
guru menduduki tempat yang tinggi dan suci, maka ia harus tahu kewajiban yang
sesuai dengan posisinya sebagai guru. Dalam arti mengajar dengan tujuan
keridhaan Allah dan kemaslahatan bagi masyarakat bukan untuk tujuan material
saja. Sekalipun menerima gaji itu tidak bertentangan dengan maksud mencari
keridhaan-Nya tapi hanya sebagai penutup kebutuhan-kebutuhan hidup.
b.
Kebersihan Guru
Seorang guru
harus bersih tubuhnya, jauh dari dosa besar, sifat riya’, dengki, permusuhan,
perselisihan, dan lain-lain.
c.
Ikhlas dalam pekerjaan
Keikhlasan
dan kejujuran seorang guru dalam pekerjaannya merupakan jalan terbaik ke arah
suksesnya tugas yang diembannya dan kesuksesan murid-muridnya.
d.
Suka pemaaf
Seorang guru
harus bersifat pemaaf terhadap muridnya, ia sanggup menahan diri, menahan
kemarahan, lapang hati, banyak sabar, dan jangan pemarah karena sebab-sebab
yang kecil serta memiliki kepribadian dan harga diri.
e.
Seorang guru merupakan seorang bapak bagi murid-muridnya
Seorang guru
harus mencintai murid-muridnya seperti cintanya terhadap anak-anaknya sendiri
dan memikirkan keadaan mereka seperti seperti ia memikirkan keadaan
anak-anaknya sendiri.
f.
Harus mengetahui tabi’at murid
Guru harus
mengetahui tabi’at pembawaan, adat kebiasaan, rasa, dan pemikiran murid agar ia
tidak tersesat dalam mendidik anak-anaknya.
g.
Harus menguasai mata pelajaran
Seorang guru
harus sanggup menguasai mata pelajaran yang diberikannya, serta memperdalam
pengetahuannya tentang hal tersebut.[13]
3.
Syarat-Syarat Guru Pendidikan Agama Islam
Adapun syarat-syarat yang harus
dimiliki oleh seorang Guru Pendidikan Agama Islam, yaitu:
1. Penguasaan Materi Pelajaran
Materi
pelajaran merupakan isi pengajaran yang dibawakan untuk mencapai suatu tujuan
tertentu. Sulit dibayangkan, bila seorang guru mengajar tanpa menguasai materi
pelajaran. Bahkan lebih dari itu, agar dapat mencapai hasil yang lebih baik,
guru perlu menguasai bukan hanya sekedar materi tertentu yang merupakan bagian
dari suatu mata pelajaran saja tetapi penguasaan yang lebih luas terhadap
materi itu sendiri agar dapat mencapai hasil yang lebih baik.
2. Kemampuan Menerapkan Prinsip-Prinsip Psikologi
Mengajar pada intinya bertalian dengan
proses mengubah tingkah laku. Agar memperoleh hasil yang diinginkan secara baik
perlu menerapkan prinsip-prinsip psikologi, terutama yang berkaitan dengan
belajar agar seorang guru dapat mengetahui keadaan peserta didik.
3. Kemampuan Menyelenggarakan Proses Belajar Mengajar
Kemampuan menyelenggarakan proses belajar
mengajar merupakan salah satu persyaratan utama seorang guru dalam mengupayakan
hasil yang lebih baik dari pengajaran yang dilaksanakan. Kemampuan ini
memerlukan suatu landasan konseptual dan pengalaman praktek. Oleh sebab itu,
lembaga-lembaga pendidikan lebih fokus dalam menyiapkan calon guru dengan
memberikan bekal-bekal teoritis dan pengalaman praktek kependidikan.
4. Kemampuan Menyesuaikan Diri dengan Berbagai Situasi
Baru
Secara
formal maupun profesional tugas guru seringkali menghadapi berbagai perubahan
yang terjadi di lingkungan tugas profesionalnya. Perubahan pada bidang
kurikulum, pembaharuan dalam sistem pengajaran, serta anjuran-anjuran dari atas
untuk menerapkan konsep-konsep baru dalam pelaksanaan tugas, seperti CBSA (Cara
Belajar Siswa Aktif), sistem belajar tuntas, sistem evaluasi, dan sebagainya
seringkali mengejutkan. Hal ini membawa dampak kebingungan para guru dalam
melaksanakan tugas.[14]
[1] Ramayulis, Hakikat
Peerta Didik dalam Pendidikan Islam, (Salatiga: STAIN Batusangkar, 2007),
hal. 8.
[2] Muhibin
Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Guru, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2000), h. 229.
[3] Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 2002), h. 584.
[5] Choirul
Fuad Yusuf, dkk, Inovasi Pendidikan Agama dan
Keagamaan, (Departemen
Agama RI: 2006), h. 364.
[10] Prof. Dr. H. Abudin
Nata, IlmuPendidikan Islam, (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2010), h. 167.
[11] Suyanto dan Djihad
Hisyam, Refleksi Dan Reformasi
Pendidikan Di Indonesia Memasuki Milenium, (Jogjakarta; Adicita Karya
Nusa, 2000), h. 29.
[12] Abudin Nata…. Ibid.,
hal. 165-166.
[13] Moh. Athiyah
al-Abrasyi, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan
Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1990), hal. 137-139.
[14] Drs.
H. Muhammad Ali, Guru Dalam Proses
Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 1996), h. 7-8.
1 komentar:
Terimakasih artikel nya memberikan pemahaman yabg lebih luas
Posting Komentar