Selasa, 12 Maret 2013

KOMPETENSI DASAR GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


Secara faktual, pelaksanaan internalisasi nilai dan transformasi pengetahuan pada peserta didik merupakan tugas yang cukup berat di tengah kehidupan masyarakat yang kompleks apalagi pada era globalisasi dan modernisasi ini. Untuk mengaktualisasikan pelaksanaan tersebut dalam pendidikan agama Islam, pendidik atau gurulah yang mempunyai tanggung jawab mengantarkan manusia ke arah tujuan tersebut. Dengan ini, keberadaan pendidik dalam dunia pendidikan sangatlah krusial, sebab kewajibannya tidak hanya mentransformasikan pengetahuan (knowledge), tetapi juga dituntut menginternalisasikan nilai-nilai (value) pada peserta didik. Bentuk nilai yang diinternalisasikan paling tidak meliputi: nilai etika (akhlak), estetika sosial, ekomis, politik, pengetahuan, pragmatis, dan nilai ilahiyyah.[1]
Berbeda dengan gambaran tentang pendidik pada umumnya, pendidik Islam adalah orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik dalam mengembangkan potensinya, dan dalam pencapaian tujuan pendidikan baik dalam aspek kognitif, afektif, maupun psikomotorik.
Untuk menjadi pendidik yang profesional tidaklah mudah, karena ia harus memiliki berbagai kompetensi-kompetensi keguruan. Kompetensi dasar (basic competency) bagi pendidik ditentukan oleh tingkat kepekaannya dari bobot potensi dasar dan kecenderungan yang dimilikinya. Hal tersebut karena kompetensi itu merupakan tempat dan bahan untuk memproses semua pandangan sebagai bahan untuk menjawab semua rangsangan yang datang darinya. Oleh karena itu, seorang pendidik harus mempunyai persiapan diri untuk menguasai sejumlah pengetahuan, ketrampilan, dan kemampuan khusus yang terkait dengan profesi keguruannya, agar ia dapat menjalankan tugasnya dengan baik, serta dapat memenuhi keinginan dan harapan peserta didiknya.  

A.      Kompetensi Dasar Guru Pendidikan Islam
1.      Pengertian Kompetensi Dasar Guru Pendidikan Agama Islam
Pengertian dasar kompetensi (competency) adalah kemampuan atau kecakapan.[2] Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kompetensi berarti kewenangan/kekuasaan untuk menentukan (memutuskan sesuatu).[3] Padanan kata yang berasal dari bahasa Inggris ini cukup banyak dan yang lebih relevan dengan pembahasan ini adalah proficiency and ability yang memiliki arti kurang lebih sama yaitu kemampuan. 
Kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan, ketrampilan, nilai, dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak.[4]
Guru merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas pendidikan, khususnya Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI), karena disamping mempunyai peran mentransfer ilmu, GPAI juga mempunyai peran dalam membantu proses internalisasi moral kepada siswa. Selain itu juga harus mempunyai bekal berupa persiapan diri untuk menguasai sejumlah pengetahuan, ketrampilan, dan kemampuan khusus sebagai kompetensi dasar yang terkait dengan profesi keguruannya agar ia dapat menjalankan tugasnya dengan baik serta dapat memenuhi kebutuhan dan harapan peserta didiknya. Jadi, GPAI diharapkan mampu membawa peserta didiknya menjadi manusia yang ”sempurna” baik lahiriah maupun batiniah.[5]
2.      Konsep Kompetensi Dasar Guru Pendidikan Agama Islam
Menurut Gordon sebagaimana yang dikutip E. Mulyasa menjelaskan beberapa aspek atau ranah yang terkandung dalam konsep kompetensi dasar sebagai berikut:
a. Pengetahuan (Knowledge) yaitu kesadaran dalam bidang kognitif, misalnya seorang guru mengetahui cara melakukan identifikasi kebutuhan belajar, dan bagaimana melakukan pembelajaran terhadap peserta didik sesuai dengan kebutuhan.
b. Pemahaman (Understanding) yaitu kedalaman kognitif, dan efektif yang dimiliki oleh individu, misalnya seorang guru yang akan melaksanakan pembelajaran harus memiliki pemahaman yang baik tentang karakteristik dan kondisi peserta didik, agar dapat melaksanakan pembelajaran secara efektif dan efesien.
c.  Kemampuan (Skill) yaitu sesuatu yang dimiliki individu untuk melakukan tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepadanya, misalnya kemampuan guru dalam memiliki dan membuat alat peraga sederhana untuk memberi kemudahan belajar kepada peserta didik.
d. Nilai (Value) yaitu suatu standar perilaku yang telah diyakini dan secara psikologis telah menyatu dalam diri seseorang. Misalnya standar perilaku guru dalam pembelajaran (kejujuran, keterbukaan, demokrasi, dan lain-lain).
e. Sikap (Attitude) yaitu perasaan atau reaksi terhadap sesuatu rangsangan yang datang dari luar. Misalnya reaksi terhadap krisis ekonomi dan perasaan terhadap kenaikan upah.
f.  Minat (Interest) adalah kecenderungan seseorang untuk melakukan suatu perbuatan. Misalnya minat untuk mempelajari atau melakukan sesuatu.[6]
Selain itu, seorang Guru dituntut memiliki keanekaragaman kecakapan (competencies) yang bersifat psikologis, selanjutnya untuk mempermudah kita terhadap kompetensi guru tersebut, berikut ini disajikan sebuah tabel menurt Muhibbin:[7]

Ragam Dan Elemen Kompetensi
Kompetensi Kognitif
Kompetensi Afektif
Kompetensi Psikomotor
1.  Pengetahun
-     Pengetahuan         kependidikan
-     Pengetahuanbidang studi
2.   Kemampuan mentransfer    strategi kognitif
1. Konsep diri dan harga diri
2.  Sikap terhadap diri sendiri dan orang lain.
1.Kecakapan fisik umum
2.Kecakapan fisik khusus
-   Kecakapan ekspresi verbal
-   Kecakapan ekspresi non verbal
           
Jadi, untuk menjadi pribadi seorang Guru Pendidikan Agama Islam yang berkompetensi harus bisa memenuhi konsep-konsep dasar tersebut agar proses pendidikan dapat tercapai dengan maksimal.
3.      Kompetensi Dasar Guru Pendidikan Agama Islam Menurut Ulama’
Menurut beberapa ulama’ bahwa ada beberapa kemampuan dan perilaku yang perlu dimiliki oleh guru yang sekaligus merupakan profil guru pendidikan agama Islam (GPAI) yang diharapkan agar dapat menjalankan tugas-tugas kependidikannya dengan baik dan optimal.
Berikut ini akan dikemukakan beberapa pendapat para ulama tentang kompetensi  yang harus dimiliki oleh Guru Pendidikan Agama Islam, yaitu:
1.    Menurut Al Ghazali, mencakup: a) Menyajikan pelajaran dengan taraf kemampuan peserta didik, b) Terhadap peserta didik yang kurang mampu, sebaiknya diberi ilmu-ilmu yang global dan tidak detail.
2.    Menurut Abdurrahman al-Nahlawy, meliputi:a) Senantiasa membekali diri dengan ilmu dan mengkaji serta mengembangkannya, b) Mampu menggunakan variasi metode mengajar dengan baik, sesuai dengan karekteristik materi pelajaran dan situasi belajar mengajar, c) Mampu mengelola peserta didik dengan baik, d) Memahami kondisi psikis dari peserta didik, e) Peka dan tanggap terhadap kondisi dan perkembangan baru.
3.    Menurut Muhammad Athiyah Al-Abrasyi, mencakup: a) Pemahaman tabiat, minat, kebiasaan, perasan, dan kemampuan peserta didik, b) Penguasaan bidang yang diajarkan dan bersedia mengembangkannya.
4.    Menurut Ibnu Taimiyah, mencakup: a) Bekerja keras dalam menyebarkan ilmu, b) Berusaha mendalami dan mengembangkan ilmunya.
5.    Menurut Brikan Barky Al Qurasyi, meliputi a) Penguasaan dan pendalaman atas bidang ilmunya, b) Mempunyai kemampuan mengajar, c) Pemahaman terhadap tabiat, kemampuan dan kesiapan peserta didik.[8]
Jadi, dari beberapa pendapat para ulama tentang kompetensi dasar Guru Pendidikan Agama Islam tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa seorang Guru itu harus pandai dan bisa menguasai dan mengembangkan ilmunya. Selain itu seorang Guru harus bisa mengetahui keadaan psikis seorang peserta didik.
4.      Tujuan Kompetensi Dasar Guru Pendidikan Agama Islam
Sedangkan tujuan kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam menurut Sardiman, diantaranya yaitu:
a.  Guru memiliki kemampuan pribadi, maksudnya guru diharapkan mempunyai pengetahuan, kecakapan dan ketrampilan serta sikap yang lebih mantap dan memadai serta sikap yang lebih mantap dan memadai sehingga mampu mengelola proses belajar mengajar dengan baik.
b. Agar guru menjadi inovator, yaitu tenaga kependidikan yang mampu komitmen terhadap upaya perubahan dan informsi ke arah yang lebih baik.
c.  Guru mampu menjadi developer, yaitu guru mempunyai visi keguruan yang mantap dan luas perspektifnya.[9]
B. Karakteristik Kompetensi Dasar Guru Pendidikan Agama Islam
1. Kualifikasi Karakteristik 
Sebagai pendidik juga wajib memiliki kualifikasi karakteristik, yang antara lain dapat berupa: akademik, kompetensi, sertifikasi, sehat jasmani, dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Adapun penjelasan kualifikasi ini adalah sebagai berikut:
Pertama, kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana atau program diploma empat.
Kedua, kualifikasi kompetensi, meliputi kompetensi pedagogi, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.
1.    Kompetensi Pedagogi
          Terkait dengan kesungguhan dalam mempersiapkan perkuliahan, keteraturan, ketertiban dalam menyelanggarakan perkuliahan, kemampuan mengelola kelas, kedisiplinan, kepatuhan terhadap aturan akademik, penguasaan media, teknologi, pembelajaran, kemampuan melaksanakan penilaian prestasi belajar peserta didik, dan objektivitas dalam penilaian terhadap peserta didik, serta persepsi positif terhadap kemampuan mahasiswa.[10]
2.    Kompetensi Personal atau Pribadi
          Artinya seorang guru harus memiliki kepribadian yang mantap dan patut untuk diteladani, dengan demikian seorang guru mampu menjadi seorang pemimpin yang menjalankan peran: Ing Ngarso Sung Tulada Ing Madya Mangun Karsa Tut Wuri Handayani. Oleh karena itu, guru harus mampu menata dirinya agar menjadi panutan kapan saja, dimana saja, dan oleh siapa saja, lebih-lebih oleh guru pendidikan agama Islam yang menempatkan diri sebagai pembimbing rohani siswanya yang mengajarkan materi agama Islam, sehingga ada tanggung jawab yang penuh untuk menanamkan nilia-nilai akhlakul karimah yang dilakukan oleh Rasulullah SAW. merupakan suri tauladan bagi umatnya sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Ahzab ayat 21:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآَخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا.
          Artinya:
”Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah SAW. itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”. 
3.    Kompetensi Profesional
          Artinya seorang guru harus memiliki pengetahuan yang luas, mendalam dari bidang studi yang diajarkannya, memilih, dan menggunakan berbagai metode mengajar dalam proses belajar mengajar yang diselenggarakannya.
4.    Kompetensi Kemasyarakatan
          Artinya seorang guru harus mampu berkomunikasi baik dengan siswa, sesama guru, maupun masyarakat luas.
5.    Seorang guru bukan hanya bertugas di sekolah saja, tetapi juga di rumah, dan di masyarakat. Di rumah guru sebagai orang tua adalah pendidik bagi putra-putrinya, di masyarakat guru harus bisa bergaul dengan mereka, dengan cara saling membantu, tolong menolong,  sehingga ia tidak dijauhi oleh masyarakat sekitar, sebagaimana firman Allah QS. Al-Maidah ayat 2.
…وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ.
Artinya:
”...Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan janganlah tolong menolong dalam perbuatan dosa dan pelanggaran dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa Nya.”[11]
Keberhasilan pengajaran yang dilakukan oleh guru Pendidikan Agama Islam tergantung pada penguasaan terhadap kompetensi-kompetensi tersebut. Jika guru dapat mengelola kelas dengan baik peserta didik akan belajar dengan baik, akhlak yang mulia, akan menambah motivasi belajar peserta didik. Dengan demikian seterusnya keberhasilan proses pengajaran Pendidikan Agama Islam tergantung pada kemampuan penguasaan kompetensi guru Pendidikan Agama Islam.
2.      Sifat Guru Pendidikan Agama Islam
Seiring dengan tekad Pemerintah Indonesia untuk meningkatkan mutu pendidikan, muncul ketentuan tentang syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi seorang tenaga pendidik profesional. Kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, adalah berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Sementara itu, pada Pasal 5 UU No. 14 Tahun 2005 tersebut dinyatakan bahwa kedudukan dosen sebagai tenaga professional berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran sebagai agen pembelajaran, pengembang IPTEK, serta pengabdi kepada masyarakat.[12]
Adapun beberapa sifat yang harus dimiliki oleh Guru Pendidikan Agama Islam adalah sebagai berikut:
a.       Zuhud
Yakni tidak mengutamakan materi dan mengajar karena mencari keridhaan Allah semata. Seorang guru menduduki tempat yang tinggi dan suci, maka ia harus tahu kewajiban yang sesuai dengan posisinya sebagai guru. Dalam arti mengajar dengan tujuan keridhaan Allah dan kemaslahatan bagi masyarakat bukan untuk tujuan material saja. Sekalipun menerima gaji itu tidak bertentangan dengan maksud mencari keridhaan-Nya tapi hanya sebagai penutup kebutuhan-kebutuhan hidup.
b.      Kebersihan Guru
Seorang guru harus bersih tubuhnya, jauh dari dosa besar, sifat riya’, dengki, permusuhan, perselisihan, dan lain-lain.
c.       Ikhlas dalam pekerjaan
Keikhlasan dan kejujuran seorang guru dalam pekerjaannya merupakan jalan terbaik ke arah suksesnya tugas yang diembannya dan kesuksesan murid-muridnya.
d.      Suka pemaaf
Seorang guru harus bersifat pemaaf terhadap muridnya, ia sanggup menahan diri, menahan kemarahan, lapang hati, banyak sabar, dan jangan pemarah karena sebab-sebab yang kecil serta memiliki kepribadian dan harga diri.
e.       Seorang guru merupakan seorang bapak bagi murid-muridnya
Seorang guru harus mencintai murid-muridnya seperti cintanya terhadap anak-anaknya sendiri dan memikirkan keadaan mereka seperti seperti ia memikirkan keadaan anak-anaknya sendiri.    
f.       Harus mengetahui tabi’at murid
Guru harus mengetahui tabi’at pembawaan, adat kebiasaan, rasa, dan pemikiran murid agar ia tidak tersesat dalam mendidik anak-anaknya.
g.      Harus menguasai mata pelajaran
Seorang guru harus sanggup menguasai mata pelajaran yang diberikannya, serta memperdalam pengetahuannya tentang hal tersebut.[13]
3.      Syarat-Syarat Guru Pendidikan Agama Islam 
Adapun syarat-syarat yang harus dimiliki oleh seorang Guru Pendidikan Agama Islam, yaitu:
1. Penguasaan Materi Pelajaran
          Materi pelajaran merupakan isi pengajaran yang dibawakan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Sulit dibayangkan, bila seorang guru mengajar tanpa menguasai materi pelajaran. Bahkan lebih dari itu, agar dapat mencapai hasil yang lebih baik, guru perlu menguasai bukan hanya sekedar materi tertentu yang merupakan bagian dari suatu mata pelajaran saja tetapi penguasaan yang lebih luas terhadap materi itu sendiri agar dapat mencapai hasil yang lebih baik.
2. Kemampuan Menerapkan Prinsip-Prinsip Psikologi
     Mengajar pada intinya bertalian dengan proses mengubah tingkah laku. Agar memperoleh hasil yang diinginkan secara baik perlu menerapkan prinsip-prinsip psikologi, terutama yang berkaitan dengan belajar agar seorang guru dapat mengetahui keadaan peserta didik.
3. Kemampuan Menyelenggarakan Proses Belajar Mengajar
     Kemampuan menyelenggarakan proses belajar mengajar merupakan salah satu persyaratan utama seorang guru dalam mengupayakan hasil yang lebih baik dari pengajaran yang dilaksanakan. Kemampuan ini memerlukan suatu landasan konseptual dan pengalaman praktek. Oleh sebab itu, lembaga-lembaga pendidikan lebih fokus dalam menyiapkan calon guru dengan memberikan bekal-bekal teoritis dan pengalaman praktek kependidikan.
4. Kemampuan Menyesuaikan Diri dengan Berbagai Situasi Baru
          Secara formal maupun profesional tugas guru seringkali menghadapi berbagai perubahan yang terjadi di lingkungan tugas profesionalnya. Perubahan pada bidang kurikulum, pembaharuan dalam sistem pengajaran, serta anjuran-anjuran dari atas untuk menerapkan konsep-konsep baru dalam pelaksanaan tugas, seperti CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif), sistem belajar tuntas, sistem evaluasi, dan sebagainya seringkali mengejutkan. Hal ini membawa dampak kebingungan para guru dalam melaksanakan tugas.[14]




[1] Ramayulis, Hakikat Peerta Didik dalam Pendidikan Islam, (Salatiga: STAIN Batusangkar, 2007), hal. 8.
[2] Muhibin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Guru, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), h. 229.
[3] Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), h. 584.
[4]  E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Bandung; Remaja Rosdakarya, 2002), h. 37.
[5] Choirul Fuad Yusuf, dkk, Inovasi Pendidikan Agama dan Keagamaan, (Departemen Agama RI: 2006), h. 364.
[6] Ibid., E. Mulyasa, h. 37.
[7] Ibid., Muhibin Syah, h. 236.

[8]  Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, (Bandung, Remaja Rosdakarya, 2003), h. 98.
[9] Ibid., E. Mulyasa, h. 39.
[10] Prof. Dr. H. Abudin Nata, IlmuPendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), h. 167.
[11] Suyanto dan Djihad Hisyam, Refleksi Dan Reformasi Pendidikan Di Indonesia Memasuki Milenium, (Jogjakarta; Adicita Karya Nusa, 2000), h. 29.
[12] Abudin Nata…. Ibid., hal. 165-166.
[13] Moh. Athiyah al-Abrasyi, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1990), hal. 137-139.
[14] Drs. H. Muhammad Ali, Guru Dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 1996), h. 7-8.

1 komentar:

Agus wahyudin mengatakan...

Terimakasih artikel nya memberikan pemahaman yabg lebih luas